Halaqah 3 – Rukun Iman dan Iman Kepada Allah

Halaqah yang ke-3 dari HSI Akademi – Aqidah 1 adalah tentang Rukun Iman dan Iman Kepada Allah.


Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullahu Ta'ala
Materi : HSI Akademi - Aqidah1

Halaqah 3 – Rukun Iman dan Iman Kepada Allah

بسم اللّه الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ ٱللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ

Para Santri HSI Akademi dimanapun antum berada waffaqakumullah jami’an, Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan banyak memuji-Nya yang masih memberikan kepada kita kenikmatan yang tidak terhingga dan karunia yang tidak terhitung, sehingga pada kesempatan kali ini kembali kita bertemu pada sebuah acara yang kita berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberkahi kita di dalam acara ini dan menjadikan masing-masing dari kita ikhlas untuk mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ini adalah pertemuan yang ketiga dari pembahasan kitab Aqidah Ahlu sunnah wal Jama’ah yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahulah. Pada pertemuan yang lalu kita sudah membaca bersama (memahami bersama) muqaddimah yang ditulis oleh pengarang kitab ini. Maka pada kesempatan kali ini (In sya Allah) kita akan masuk pada Rukun Iman yang pertama yaitu beriman kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Beliau rahimahullah mengatakan:
عقيدتنا
Aqidah kami, yaitu pada lembaran-lembaran berikut (halaman-halaman berikutnya) beliau akan menyebutkan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits dengan pemahaman para Salaf radhiyallahu ta’ala 'anhum.

Kemudian beliau mengatakan:
عَقِيدَتُنَا: الإِيمَانُ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
"Aqidah kami (keyakinan kami) adalah Beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rasul-Nya dan Hari Akhir dan beriman dengan Takdir yang baik maupun yang buruk".

Ini adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang bersumber pada enam perkara ini yang dinamakan dengan Arkanul Iman. Penyebutan Arkanul Iman yang jumlahnya ada enam disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Quran dan disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam di dalam Hadits.

Dalil dari Al-Quran
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَـٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ وَٱلْمَلَـٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَـٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ
"Bukanlah kebaikan engkau menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi yang dinamakan dengan kebaikan adalah engkau beriman kepada Allah, dan juga hari akhir, beriman dengan malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan juga para nabi.” [QS Al-Baqarah:177]

Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan lima di antara enam Rukun Iman. Adapun beriman dengan takdir maka Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan di dalam ayat yang lain, di antaranya adalah firman Allah Azza wa Jalla.
إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَـٰهُ بِقَدَرٍ
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” [QS Al-Qamar: 49]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍ فَقَدَّرَهُۥ تَقْدِيرًا
"Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu dan Allah mentakdirkan dengan sebenar-benar takdir.” [QS Al-Furqan: 2]

Berarti semua Rukun Iman disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Quran dan ayat ini saling melengkapi satu dengan yang lain. Sebagaimana kita beriman dengan sebagian ayat di dalam Al-Quran, kita juga beriman dengan sebagian yang lain. Ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala saling menjelaskan satu dengan yang lain, saling melengkapi satu dengan yang lain.

Dalil dari As-Sunnah
Maka dalil tentang Rukun Iman yang enam ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam ketika beliau ditanya oleh malaikat Jibril yang saat itu datang dalam keadaan berbentuk manusia yang sempurna. Kemudian Jibril bertanya kepada Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dan ketika itu bersama beliau shallallahu 'alayhi wa sallam ada beberapa sahabat.

Di antara pertanyaan Jibril adalah tentang keimanan :
أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَان
"Kabarkan kepada-ku tentang keimanan.”

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ
"Beriman adalah engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, beriman kepada Hari Akhir dan engkau beriman dengan Takdir yang Baik maupun Takdir yang buruk.”
(Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ta’ala 'anhu)

Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam menyebutkan tentang Rukun Iman yang enam, maka inilah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dan Syaikhul Islam ibnu Taimiyah di dalam kitab beliau Al-Aqidah Al-Wasithiyyah juga mengisyaratkan yang demikian. 

Beliau rahimahullah ketika menulis kitab Al-Aqidah Al-Wasithiyyah maka di awal kitab ini beliau mengatakan:
اعْتِقَادُ الفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ الْمَنصُورَةِ إِلَىٰ قِيَامِ السَّاعَةِ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالجَمَاعَةِ وَهُوَ الإِيمَانُ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَالإِيمَانُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Aqidah golongan yang selamat yang ditolong oleh Allah sampai datangnya hari kiamat, aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, beriman dengan kebangkitan setelah meninggal dunia dan beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.

Ini menunjukkan bahwasanya apa yang disebutkan oleh Syaikh Al-Utsaimin di dalam kitab ini dan penyebutan bahwasanya aqidah kita adalah rukun iman yang enam ini sudah didahului oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Beliau mengatakan rahimahumullah “Hadist” Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ini adalah rukun iman yang pertama. Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan, yang pertama di dalam Al-Quran dan disebutkan yang pertama oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.

Maka dia adalah aslul ushul dia adalah pokoknya pokok (pondasinya pondasi), seandainya seseorang beriman dengan seluruh rukun iman yang enam kecuali beriman kepada Allah maka ini tidak akan bermanfaat bagi dirinya. Beriman kepada Allah adalah pondasinya pondasi, dia adalah yang paling penting, dia adalah yang paling tinggi, maka kita mulai dengan beriman kepada Allah.

Beliau mengatakan:
فَنُؤْمِنُ بِرُبُوبِيَّةِ اللَّهِ تَعَالَىٰ
"Maka kita beriman dengan Rububiyyah Allah.”

Di antara cara beriman dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak mungkin sempurna keimanan seorang hamba kepada Allah kecuali apabila dia beriman dengan Rububiyyah Allah. Mungkin sebagian ada yang baru pertama kali mendengar kalimat Rububiyyah.

Secara mudah Rububiyyah ini diambil dari kata Rabb.
Alhamdulillahi Rabbil'alamin: Segala puji bagi Allah, Rabb bagi seluruh alam.
Rabb adalah Dzat yang memiliki, menciptakan, memberikan rejeki, mengatur alam semesta. Itulah yang dinamakan dengan Ar-Rabb ada di situ makna memiliki.
Orang Arab mengatakan "Ana rabuddarr (Aku adalah yang memiliki rumah ini), Ana rabul'ibil (Aku adalah yang memiliki unta ini)", maka di dalam makna Rabb ada makna memiliki. Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Rabb, Dia-lah Rabbul'alamin, Dia-lah yang memiliki alam semesta ini.

Dan di dalamnya ada makna Al-Khaliq, bahwasanya Rabb adalah yang menciptakan. Dia-lah yang merajai, Dia-lah yang mengatur, maka kita harus beriman dengan Rububiyyah Allah.

Syaikh mengatakan di sini:
أَي بِأَنَّهُ الرَّبُّ الْخَارِقُ الْمَلِكُ ٱلْمُدَبِّرُ لِجَمِيعِ ٱلْأُمُورِ
“Beriman dengan Rububiyyah Allah maksudnya adalah beriman bahwasanya Allah, Dia-lah Ar-Rabb yang menciptakan yang merajai yang mengatur seluruh perkara.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِين
"Segala puji bagi Allah, Rabbil’alamin." [QS Al-Fatihah: 2]

Rabb bagi seluruh alam, maka kita harus yakini bahwasanya Allah, Dia-lah Rabb satu-satunya, harus kita yakini dan kita percayai bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia-lah yang merupakan Rabbul’alamin. Dia-lah Tuhan dan Dia-lah yang menguasai seluruh alam semesta ini.

Al-Khaliq ( الخلق ) Dia-lah yang menciptakan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
ٱللَّهُ خَـٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍ
"Allah yang menciptakan segala sesuatu.” [QS Az-Zumar: 62]

Allah menciptakan segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun apa yang ada di atas, maka itu semua adalah خَلْقُ ٱللَّهِ itu adalah makhluk bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Adakah selain Allah yang menciptakan? Tidak ada.
ٱلْخَلْقُ Ini adalah kemampuan yang paling besar, tidak akan mampu untuk menciptakan kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seluruh apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, semua adalah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Selain Allah Subhanahu wa Ta'ala maka mereka lemah, tidak ada di antara mereka yang bisa mencipta. Maksud mencipta adalah membuat dari sesuatu yang sebelumnya tidak ada sama sekali kemudian menjadi sesuatu yang ada.
Tidak ada sama sekali kemudian menjadi sesuatu yang terwujud (ada). Sesakti apapun, sepintar apapun, secerdas apapun seseorang, maka dia tidak akan bisa melakukan yang demikian.
Yang bisa melakukan hanya Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala menantang jin dan juga manusia, menantang mereka untuk membuat seekor lalat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗۗ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗۗ
“Wahai manusia telah dibuat permisalan bagi kalian, maka hendaklah kalian dengarkan permisalan ini. Camkan ! Permisalan yang Allah buat supaya kalian sadar tentang lemahnya segala sesuatu yang disembah selain Allah. Bahwasanya mereka tidak berhak untuk disembah.” [QS Al-Hajj: 73]
فَاسْتَمِعُوْا لَهٗۗ
Hendaklah kalian dengarkan permisalan ini!
إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّه
Sesungguhnya apa yang kalian sembah selain Allah,

Masuk di dalamnya adalah jin, manusia, matahari dan seluruh yang disembah selain Allah tidak akan mereka bisa menciptakan seekor lalat. Seekor lalat makhluk yang kecil, makhluk yang sederhana mereka tidak akan bisa membuatnya. Membuat seekor lalat yang normal yang bisa bergerak, yang bisa terbang, yang bisa makan, yang bisa berkembang biak.

Maka siapa yang bisa melakukannya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗۗ
Bahkan seandainya mereka semua berkumpul, bersatu untuk menciptakan seekor lalat maka mereka tidak akan bisa.
Berkumpul saja mereka tidak akan bisa. Mengumpulkan dan mengerahkan seluruh tenaga yang bisa mereka keluarkan, kecerdasan yang mereka miliki.
وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗۗ
Meskipun mereka semua berkumpul, maka tidak mungkin mereka bisa menciptakan seekor lalat. Lalu bagaimana bisa menciptakan yang lebih besar dan lebih rumit daripada lalat. Misalnya: Ayam, Kambing, Manusia.

Kalau mereka tidak mampu untuk menciptakan, untuk apa kita menyembah sesuatu yang tidak mampu untuk mencipta?
Menunjukkan bahwasanya dia adalah lemah bahkan dia adalah dicipta oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka kita beriman dengan Rububiyyah Allah di antaranya adalah dengan meyakini bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia-lah satu-satunya yang mencipta.
Selain Allah, tidak ada yang bisa mencipta, tidak boleh ada keyakinan bahwasanya di sana ada yang mencipta selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mungkin menciptakan janin, di dalam perut seorang wanita, bisa menciptakan makhluk.

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
ٱللَّهُ خَـٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍ
"Allah yangmenciptakan segala sesuatu.” [QS Az-Zumar: 62 ]
Selain Allah adalah makhluk.

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ta'ala:
الملك
"Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang merajai (menguasai)".

Ini juga termasuk makna Rububiyyah, selain kita meyakini Allah yang mencipta, yakinlah dan percayalah bahwasanya yang menguasai ini semua adalah Allah.
Bukan Allah mencipta, kemudian yang menguasai adalah selain Allah. Bukan ! Allah yang mencipta dan Allah yang menguasai, Allah yang memiliki.

Allah Subhalanahu wa Ta'ala mengatakan:
ٱلْمَلِكُ ٱلْقُدُّوسُ ٱلسَّلَـٰم
"Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala, Al-Malik” [QS Al-Hasyr: 23]
  • Dia-lah yang menguasai.
  • Dia-lah yang memiliki.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
وَلِلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْض
"Dan bagi Allah kerajaan yang ada di langit maupun yang ada di bumi.” [QS Al-Maidah: 17]

Itu adalah bagi Allah (milik Allah), Allah yang menguasai. Dia-lah yang memiliki. Kita memiliki harta, memiliki komputer, memiliki mobil (misalnya) maka itu semua adalah hanya[h] titipan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hakikatnya yang memiliki adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan diri kita sendiri yang memiliki adalah Allah.
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون
"Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka kembali.” [QS Al-Baqarah: 156]
لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ
"Dan bagi Allah seluruh apa yang ada di langit dan apa yang di bumi.” [QS Ali-Imran: 109]

Maka kita sebagai seorang muslim harus meyakini ini semua adalah milik Allah. Sehingga kalau keyakinan ini tertancap dan terpatri dalam diri seseorang, maka akan semakin mengikis kecintaan dia terhadap dunia. Tidak terlalu bersedih dengan perpisahan dia dengan dunia dan tidak terlalu bergembira ketika dia mendapatkan dunia. Karena dia tahu bahwa ini semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala.
الْمَلِكُ ٱلْمُدَبِّرُ
"Dan Dia-lah, Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatur, mencipta dan Dia yang memiliki yang menguasai.”

Dan Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatur, tidak ada yang mengatur apa yang Allah ciptakan baik di alam bawah ini maupun di alam atas sana kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Menghidupkan, mematikan, memberikan rezeki kepada si A, menjadikan si B sakit, kemudian menyembuhkannya, si C dan seterusnya. Maka yang mengatur itu semua adalah Allah.
يُدَبِّرُ ٱلْأَمْر
"Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah yang mengatur segala sesuatu.”
[QS Yunus: 3, 31, ArRa’d: 2, As-Sajda: 5]

Dan banyaknya mahkluk di bumi maupun di langit, ini tidak membuat Allah Subhanahu wa Ta'ala keteteran atau lemah dalam mengatur seluruh makhluk ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha mampu untuk melakukan segala sesuatu. Kita manusia bagaimanapun kekuatan kita, tetapi kalau kita diberikan beban pekerjaan lebih dari satu maka itu akan membawa pengaruh terhadap pekerjaan yang lain. Kalau satu dengan memiliki tiga pekerjaan, maka ini akan memiliki pengaruh terhadap kualitasnya dan hasilnya, itu untuk kita.

Tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala:
عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِير
"Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu" [QS Al-Ankabut: 20]

Allah atur semuanya, menghidupkan, mematikan, memberikan rezeki, menjadikan tertawa, menjadikan sedih, yang ini melahirkan, yang ini meninggal, semuanya diatur oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak ada yang dilalaikan oleh Allah. Banyaknya pekerjaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, ini tidak menjadikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian lalai atau lemah di dalam mengatur ciptaannya.
يُدَبِّرُ ٱلْأَمْر
"Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah yang mengatur segala sesuatu.”

Maka termasuk beriman kepada Allah adalah beriman dengan Rububiyyah Allah, percayalah, yakinlah, berimanlah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah satu-satunya yang mencipta, memberikan rezeki, mengatur alam semesta yang menguasai semuanya. Kalau kita percaya yang demikian, berarti kita sudah beriman dengan Rububiyyah Allah.

Rububiyyah adalah berkaitan dengan penciptaan, pemberian rezeki, pengaturan alam semesta. Ini namanya sifat Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalau ini tidak ada, maka tidak dinamakan beriman kepada Allah. Kalau sampai ini tidak ada, atau masih meyakini di sana ada yang mencipta selain Allah, di sana ada yang mengatur alam semesta selain Allah, maka ini tidak dinamakan orang yang beriman kepada Allah.

Kemudian beliau mengatakan:
وَنُؤْمِنُ بِأُلُوهِيَّةِ اللَّهِ تَعَالَىٰ
"Dan kami (yaitu Ahlus Sunnah) beriman dengan Uluhiyyah Allah.”

Ini mungkin istilah yang baru bagi sebagian, kalau Rububiyyah berkaitan dengan Rabb yang memelihara yang mengatur, maka yang kedua ini beriman dengan Uluhiyyah Allah. Diambil dari kata Al-Uluha atau Al-Ilaha yang artinya adalah ibadah. Yaitu beriman bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah, karena makna Uluhah adalah ibadah.
Ma'luh artinya yang disembah.
Beriman بألوهية الله maksudnya adalah beriman Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah.

Beliau mengatakan:
أَي بِأَنَّهُ ٱلْإِلَٰهِ ٱلْحَقُّ وَكُلُّ مَعْبُودٍ سِوَاهُ بَاطِلٌ
Yang dimaksud beriman dengan Uluhiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu beriman bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah sesembahan yang hak, sesembahan yang benar, sesembahan yang memang berhak untuk disembah yaitu hanya satu, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah satu-satunya Illah yang berhak untuk disembah? Karena Dia-lah satu-satunya yang mencipta, yang memiliki sifat pencipta itulah yang pantas untuk disembah. Itulah yang berhak untuk disembah. Yang menguasai alam semesta itulah yang seharusnya disembah oleh alam semesta, yang mengatur seluruh alam semesta maka itulah yang berhak untuk disembah oleh seluruh alam semesta.

Kalau sudah tahu dan sudah menyadari bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah satu-satunya yang mencipta, memberikan rezeki, mengatur alam semesta, maka konsekuensinya adalah meng-Esa-kan Allah di dalam Uluhiyyah, meng-Esa-kan Allah di dalam ibadah, yaitu seluruh ibadah yang kita lakukan, berbagai macam ibadah yang kita lakukan baik do'a, shalat, berpuasa, bernadzar, mencintai, berharap, takut, maka ini semua harus kita serahkan kepada Allah.

Kita satukan semuanya kita tunggalkan semuanya, kita Esa-kan semuanya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak boleh ada sedikit pun saja, sekecil apapun dari ibadah tadi diserahkan kepada selain Allah. Kalau sampai diserahkan meskipun hanya sedikit kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka di sini sudah menduakan, berarti seakan-akan ada selain Allah yang berhak untuk disembah. Padahal kalau diteliti dia tidak mencipta, tidak mengatur alam semesta. Kalau masih ada sesuatu yang disembah selain Allah, disembah oleh manusia maka sesembahan tersebut adalah sesembahan yang tidak berhak untuk disembah sebenarnya atau dinamakan dengan sesembahan yang bathil.

Makanya Syaikh disini mengatakan:
وَكُلُّ مَعْبُودٍ سِوَاهُ بَاطِلٌ
Seluruh sesembahan selain Allah adalah bathil

Meskipun diagung-agungkan oleh manusia. Meskipun dia adalah seorang nabi, menyembah nabi Isa misalnya. Meskipun dia adalah seorang malaikat, menyembah malaikat Jibril misalnya.

Jelas yang disembah adalah selain Allah maka sesembahan-sesembahan tersebut adalah sesembahan yang bathil, yaitu sesembahan yang sebenarnya tidak berhak untuk disembah. Bagaimana dia berhak untuk disembah?
Dia tidak mencipta, justru dia yang diciptakan. Dia tidak mengatur, justru dia yang diatur. Dia tidak memiliki, justru dia yang dimiliki, oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka di sana ada sesembahan yang memang berhak untuk disembah dan di sana ada sesembahan yang tidak berhak untuk disembah. Yaitu sesembahan yang bathil.

Allah Subhanahu wa Ta'alala mengatakan :
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلْبَـٰطِلُ
“Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang hak (Dia-lah yang benar, Dia-lah yang berhak untuk disembah) dan apa yang disembah selain Allah, maka itulah sesembahan-sesembahan yang bathil. [QS Al-Hajj: 62]

Maka manusia yang menyembah kepada selain Allah berarti dia menyembah sesuatu yang bathil dan tidak berhak untuk disembah. Seorang yang beriman kepada Allah tidak dinamakan beriman kepada Allah sampai dia meng-Esa-kan Allah di dalam ibadah.
نُؤْمِنُ بِأُلُوهِيَّةِ اللَّهِ تَعَالَىٰ: أَي بِأَنَّهُ ٱلْإِلَٰهِ ٱلْحَقُّ وَكُلُّ مَعْبُودٍ سِوَاهُ بَاطِلٌ
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu Ta’ala:
وَنُؤْمِنُ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ أَي بِأَنَّهُ لَهُ ٱلْأَسْمَاءُ ٱلْحُسْنَىٰ وَٱلصِّفَاتُ ٱلْكَامِلَةُ ٱلْعُلْيَا
Yang ketiga adalah beriman dengan nama Allah dan juga dengan sifatnya. Rububiyyah, Uluhiyyah, kemudian beriman dengan nama dan juga sifat Allah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Quran dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam di dalam Sunnahnya, telah mengabarkan nama dan juga tentang sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengannya kita mengenal Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan di dalam Al Quran bahwasanya Allah adalah:
Al-Ghafur, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Halim, Al-Alim, Al-Mutakabbir, Al-Qudus, dan masing-masing dari nama tadi mengandung minimal satu sifat.
Dengannya kita bisa mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala dan di dalam Al-Quran dan juga As Sunnah juga disebutkan tentang sebagian dari sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya bahwasanya:
  • Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia lah yang beristiwa'.
  • Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang turun pada sepertiga malam yang terakhir.
  • Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki dua tangan.
  • Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki wajah.
Maka harus kita beriman dengan nama dan juga sifat Allah semuanya tadi. Harus kita percaya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, ucapannya adalah ucapan yang paling benar.
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلا
"Dan tidak ada ucapan yang lebih benar daripada ucapan Allah". [QS An-Nisa: 122]
Dan ucapan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah ucapan yang paling fasih, ucapan yang paling mengungkapkan makna yang benar.

Maka ini menunjukkan tentang kewajiban kita untuk membenarkan setiap kabar yang datang dari Allah Subhanhu wa Ta'ala. Karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang paling benar. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang paling fasih, paling benar dan tidak ada kedustaan di dalamnya. Dan dia adalah ucapan yang paling fasih yang paling mengungkapkan kenyataan, sesuai dengan kenyataan.

Dan ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam juga demikian. Di antara ucapan manusia, maka ucapan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam adalah yang paling benar. Beliau Shallallahu alaihi wa Sallam disifati sebagai seorang Al 'Amin dan beliau adalah:
الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ
"Orang yang jujur dan orang yang dijujuri.”
Artinya jibril datang membawa wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jujur kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam.
نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِين
“Datang, turun dengannya Ruhul Amin”. [QS Asy-Syu’ara: 193]
Yaitu malaikat Jibril menyampaikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dan ucapan beliau adalah ucapan yang paling fasih, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak menerima kabar dari Allah dan juga Rasul-Nya. Harus kita imani nama dan juga sifat Allah tadi.

Dan harus kita imani bahwasanya nama dan juga sifat Allah tidak sama dengan hakekat dari nama dan juga sifat makhluk. Tidak boleh kita serupakan sifat Allah dengan sifat makhluk.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْء
"Tidak ada yang serupa dengan Allah". [QS Asy-Syura: 11]
Tidak ada yang serupa baik dalam Rububiyyah-Nya, dalam Uluhiyyah-Nya dan juga di dalam nama dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala .

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan,
وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَد
"Dan tidak ada yang sebanding dengan Allah." [QS Al-Ikhlas: 4]

Dan Allah mengatakan:
هَلْ تَعْلَمُ لَهُۥ سَمِيًّا
"Apakah engkau mengetahui sesuatu yang sebanding dengan Allah.” [QS Maryam: 65]

Ini adalah istifham ingkari. Pertanyaan yang maksudnya adalah pengingkaran. Tidak ada yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jadi kita menetapkan nama dan juga sifat Allah, bukan berarti kita menyerupakan Allah dengan makhluk. Tapi kita sebagai seorang muslim berdasarkan ayat ini,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْء
"Tidak ada yang serupa dengan Allah.” [QS Asy-Syura: 11]

Berarti kita tetapkan nama dan juga sifat Allah dan bersamaan dengan itu kita yakini bahwasanya sifat Allah tersebut tidak sama dengan sifat makhluk. Sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah sesuai dengan keagungan-Nya. Adapun sifat makhluk maka sesuai dengan kekurangannya.

Beliau mengatakan,
أَي بِأَنَّهُ لَهُ ٱلْأَسْمَاءُ ٱلْحُسْنَىٰ وَٱلصِّفَاتُ ٱلْكَامِلَةُ ٱلْعُلْيَا
Yaitu kita meyakini bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia memiliki nama-nama yang الحسنى Sebagaimana firman Allah:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
"Dan bagi Allah nama-nama yang husna.” [QS Al-A’raf: 180]

Kata حُسْنَ kalau diterjemahkan ke dalam bahasa kita adalah yang paling indah. Ta’nits dari ahsan nama Allah yang paling indah, yang paling baik. Paling baik apanya? Paling baik dari sisi lafadznya, maka lafadz- lafadz yang ada pada Asmaul Husna ini adalah lafadz-lafadz yang paling indah.

Demikian pula makna yang terkandung di dalamnya. Karena nama-nama tersebut mengandung makna yang paling indah. Makna yang paling sempurna. Sifat yang paling sempurna.
Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah Al Alim, Yang Maha, Yang Paling Mengetahui. Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dialah Ar Rahman yang Paling Menyayangi. Maka seluruh sifat Allah adalah sifat-sifat kesempurnaan yang mencapai puncaknya.

Tidak ada yang lebih sempurna dibanding sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَٱلصِّفَاتُ ٱلْكَامِلَةُ ٱلْعُلْيَا
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat-sifat yang sempurna, yang Maha Tinggi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan,
وَلِلَّهِ ٱلْمَثَلُ ٱلْأَعْلَىٰ ۚ الْمَثَلُ الْأَعْلَى
"Dan Bagi Allah الْمَثَلُ الْأَعْلَى.” [QS An-Nahl: 60]

Yang dimaksud المثل di sini adalah sifat. Yaitu bagi Allah sifat yang paling tinggi, karena datang kalimat مَّثَلُ di dalam Al-Quran dan maknanya adalah sifat, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
مَّثَلُ ٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى وُعِدَ ٱلْمُتَّقُونَ فِيهَآ أَنْهَـٰر
"Sifat dari surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa, di dalamnya ada sungai sungai.” [QS Muhammad: 15]

Dan Allah menyebutkan, ada sungai di dalam surga yang terbuat dari air, ada yang terbuat dari susu, ada yang terbuat dari madu. Menunjukkan bahwasanya مَّثَلُ di dalam bahasa arab maknanya terkadang adalah sifat.
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى
"Dan bagi Allah sifat yang Maha Tinggi.” [QS An-Nahl: 60]

Maka sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala semuanya adalah sempurna dan mencapai puncaknya. Tidak ada di antara sifat Allah yang merupakan sifat kekurangan.

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala:
وَنُؤْمِنُ بِوَحْدَانِيَّتِهِ فِي ذَٰلِكَ
Dan kita beriman dengan ke-Esa-an Allah di dalam semua itu.
Yaitu di dalam Rububiyyah, di dalam Uluhiyyah, dan juga di dalam nama dan juga sifat:
أَي بِأَنَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ فِي رُبُوبِيَّتِهِ
Yaitu, bahwasanya tidak ada sekutu bagi Allah di dalam Rububiyyah-Nya.
Tidak ada yang mencipta selain Allah, tidak ada yang memberikan rezeki selain Allah.
وَلَا فِي أُلُوهِيَّتِهِ
Dan tidak ada yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak ada sekutu bagi Allah di dalam Uluhiyyah-Nya.
Tidak ada yang menjadi sekutu bagi Allah di dalam Uluhiyyah-Nya, yaitu di dalam peribadatan. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Karena mereka tidak memiliki sifat-sifat Rububiyyah. Semuanya adalah makhluk dhaif yang dikuasai Allah, yang diciptakan oleh Allah, maka mereka tidak berhak untuk disembah.
وَلَا فِي أَسمَائِهِ وَصِفَاتِهِ
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta'ala, Esa di dalam nama dan juga sifat-Nya, maksudnya adalah hakikatnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala nama-namanya adalah nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang paling tinggi.

Tidak ada yang menyerupai Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam hakikat, nama dan sifat tadi. Adapun lafadz maka mungkin seorang makhluk memiliki sifat yang lafadznya sama dengan sifat Allah, dari sisi lafadznya. Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat Rahmah dan kita sebagai manusia juga memiliki sifat Rahmah (kasih sayang).

Ini dari sisi lafadz mungkin sama, Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat (Ilmu) Mengetahui dan kita sebagai manusia juga memiliki sifat ilmu. Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat Al-Hayyah (hidup) dan kita sebagai manusia juga memiliki sifat Al-Hayyah (hidup).

Ini dari sisi lafadz sama, tapi dari sisi hakikat maka hakikatnya adalah berbeda. Ilmu yang Allah miliki adalah ilmu yang Maha, ilmu yang mencapai puncaknya. Allah mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, apa yang akan terjadi. Mengetahui apa yang ada di bumi maupun apa yang ada di langit. Itu adalah ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَسِعْتَ كُلَّ شَىْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا
“Ilmu Allah ini meliputi segala sesuatu.” [QS Ghafir: 7]
Tidak ada sekecil apapun yang terluput dari ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dan ilmu Allah tidak didahului dengan kebodohan dan tidak diiringi dengan kelupaan, berbeda dengan ilmu manusia yang diawali dengan ketidaktahuan kemudian diakhiri dengan ketidaktahuan (lupa), maka ini adalah keterbatasan ilmu kita. Adapun ilmu Allah maka, ilmu Allah adalah ilmu yang paling sempurna.

Kemudian beliau mengatakan,
قال الله تعالى : رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاﻷرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan yang artinya, "Rabb bagi langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, maka hendaklah engkau menyembah-Nya dan bersabar di dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui sesuatu yang sebanding dengan-Nya?" [QS Maryam: 65]

Kenapa beliau mendatangkan ayat ini? Karena di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tiga jenis sekaligus, Rububiyyah, Uluhiyyah dan juga nama dan juga sifat.
ربُّ السَّمَاوَاتِ وَاﻷرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
“Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dialah Rabb bagi langit dan juga bumi dan apa yang ada di antara keduanya.”

Berarti di sini ada tauhid Rububiyyah, karena kalimat ربُّ ini mencakup yang menciptakan, yang menguasai, yang mengatur alam semesta.
ربُّ السَّمَاوَاتِ وَاﻷرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
Mana tauhid Uluhiyyah?
فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
"Hendaklah engkau menyembah-Nya. Hendaklah engkau beribadah kepada-Nya, dan bersabarlah dalam beribadah kepada-Nya.”

Kata فاعبده, maksudnya meng-Esa-kan Allah di dalam ibadah yaitu namanya عبادة الله beribadah kepada Allah adalah meng-Esa-kan Allah dalam ibadah. Adapun orang yang beribadah kepada Allah, terkadang, kemudian pada kesempatan yang lain beribadah kepada selain Allah, maka ini tidak dinamakan عبادة الله.

Kata عبادة الله, adalah Meng-Esa-kan Allah di dalam ibadah. Berarti sini ada tauhid Uluhiyyah.
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا Apakah engkau mengetahui sesuatu yang sebanding dengan Allah di dalam Rububiyyah-Nya? Di dalam nama dan juga sifat-Nya?

Menunjukkan di sini tentang beriman kepada nama dan juga sifat Allah dan bahwasanya tidak ada yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berarti tiga jenis ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Quran.

Dan kalau kita meneliti apa yang ada di dalam Al-Quran di dalam sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam maka tidak keluar yang dinamakan dengan tauhid dari tiga perkara ini. Mungkin meng-Esa-kan Allah dalam Rububiyyah, mungkin meng-Esa-kan Allah dalam Uluhiyyah, mungkin meng-Esa-kan Allah dalam nama dan juga sifat-Nya.
Makanya para ulama mereka menyimpulkan bahwasanya yang namanya tauhid itu ada tiga ini. Tidak keluar dari tiga jenis ini. Rububiyyah, Uluhiyyah dengan nama dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Berdasarkan istiqra' (penelitian secara menyeluruh), satu persatu dari dalil diteliti dan disimpulkan bahwasanya tauhid ini ada tiga perkara tadi.

Di dalam Al-Fatihah disebutkan tentang tiga perkara ini,
الْحَمْدُ لِله رَبِّ الْعَالَمِين
Ada Tauhid Rububiyyah, kemudian,
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
Maka ini adalah tauhid asma dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, kemudian,
إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعِيْن
Ada Tauhid Uluhiyyah.

Surat yang terakhir di dalam Al-Quran yaitu surat An-Nass juga demikian. Di dalamnya ada tiga jenis tauhid ini:
قُلْ أعُوْذُ بِرَبِّ النَّاس
Kata أعُوْذ ini adalah berlindung, berlindung adalah termasuk ibadah. Kepada siapa berlindung? Kepada Allah, berarti disini ada Tauhid Uluhiyyah.
Kata رَبِّ النَّاسِ berarti kita mengikrarkan bahwasanya Allah adalah Rabb, mengakui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki sifat-sifat Rububiyah.
قُلْ أعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاس
Beriman dengan nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إِلٰهِ النَّاس
“Dialah yang disembah oleh manusia”.
Di sini Tauhid Uluhiyyah.

Demikian para ulama menyimpulkan bahwasanya tauhid terbagi menjadi tiga ini. Dan ini bukan perkara yang bid'ah (perkara yang baru di dalam agama), kemudian mengatakan bahwasanya Nabi Shallahu alahi wa Sallam tidak membagi tauhid menjadi tiga.

Kita katakan, bahwasanya manhaj oleh para ulama untuk menyimpulkan dalam hal ini adalah manhaj istiqra'i. Yaitu dengan cara penelitian dengan secara keseluruhan. Cara seperti ini 'ijma para ulama dipakai oleh semua ulama dalam berbagai disiplin ilmu. Baik dalam masalah aqidah, dalam masalah fiqih, dalam masalah ushul fiqh, dalam masalah hadits mereka memiliki pembagian-pembagian. Dari mana mereka membagi? Mereka membagi melalui istiqra yaitu melalui penelitian secara keseluruhan.

Ulama bahasa misalnya, atau orang-orang yang ahli bahasa, ketika mereka sudah meneliti secara keseluruhan, menyimpulkan bahwasanya kalimat di dalam bahasa arab terbagi menjadi tiga, isim, fi'il dan huruf. Tidak ada keterangan di jaman salaf bahwasanya kalimat-kalimat dalam bahasa arab terbagi menjadi tiga. Tidak ada! Disimpulkan oleh ulama-ulama yang datang setelahnya, untuk memberikan kemudahan bagi orang yang mempelajari bahasa arab. Jadi tidak dikatakan ini sesuatu yang bid’ah bahkan para ulama sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah banyak di antara mereka yang sudah mengenal pembagian tauhid menjadi tiga ini.

Termasuk di antaranya adalah Abu Ja'far Ath-Thahawi yang meninggal pada 321H. Di dalam aqidah Ath-Thahawiyah, beliau mengisyaratkan tentang tiga jenis tauhid ini, bahwasanya tauhid adalah meng-Esa-kan Allah di dalam Rububiyyah-Nya, meng-Esa-kan Allah di dalam Uluhiyyah-Nya dan juga meng-Esa-kan Allah di dalam nama dan juga sifatnya.

Jauh sebelum datangnya Syaikhul islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah meninggal pada tahun 728 H sementara Abu Ja'far Ath-Thahawi meninggal pada tahun 321 H. Bahkan sebelumnya, yaitu Abu Hanifah di dalam kitab beliau Al-Fiqh Al-Akbar juga mengisyaratkan tentang pembagian tauhid itu. Maka sekali lagi pembagian tauhid bukan pembagian yang bid'ah.

Dan guru kami yang mulia yaitu Syaikh Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al Abbad Hafidzahullahu Ta'ala, beliau memiliki sebuah risalah, sebuah tulisan yang menjelaskan kepada kita tentang pembagian tauhid ini dan bahwasanya para ulama sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mereka sudah mengenal pembagian tauhid menjadi tiga.

Maka silahkan jika ingin lebih luas mengetahui tentang tauhid, kembali membaca kepada kitab yang saya isyaratkan tadi. Insya Allah kita akan lanjutkan tentang beriman kepada Allah Subhanahu wa Taala pada pertemuan yang akan datang, kita akan membahas tentang ayat kursi. Beliau datangkan ayat ini karena di dalamnya ada beriman dengan kepada tiga tauhid tadi, beriman kepada Rububiyyah Allah, Uluhiyyah Allah dan juga nama dan sifat-Nya.

Mungkin itu yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini kurang lebihnya mohon maaf dan sampai bertemu kembali pada pertemuan berikutnya.
 
والله تعالى أعلم وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Posting Komentar untuk "Halaqah 3 – Rukun Iman dan Iman Kepada Allah"