Halaqah 17 – Tathayyur

Halaqah yang ke-17 dari Silsilah Ilmiyyah Belajar Tauhid adalah tentang Tathayyur, yaitu merasa sial dengan sesuatu.


Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullahu Ta'ala
Materi : Silsilah Ilmiyyah 1 - Belajar Tauhid

Halaqah 17 – Tathayyur

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ ٱللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ

Halaqah yang ke-17 dari Silsilah Ilmiyyah Belajar Tauhid adalah tentang Tathayyur, yaitu merasa sial dengan sesuatu.

At-Tathayyur adalah merasa akan mengalami nasib sial karena melihat atau mendengar kejadian tertentu, seperti melihat tabrakan, orang yang berkelahi, atau yang semisalnya kemudian hal tersebut menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya, seperti bepergian, berdagang dan lain-lain. At-Tathayyur termasuk syirik kecil apabila perasaan tersebut diikuti.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang ath-thiyarah menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya maka dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani raḥimahullah)

Perasaan ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi takdir, sebagaimana hal ini dinafikan dan diingkari oleh Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda:

وَلاَ الطِّيَارَة

“Dan tidak ada thiyarah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, thiyarah ini adalah hanya sebuah perasaan saja yang tidak akan berpengaruh terhadap takdir Allah ﷻ. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mengikuti was-was syaithan ini dan hendaknya dia memiliki keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi di permukaan bumi, berupa kebaikan dan keburukan adalah dengan takdir Allah ﷻ semata. Seorang Mukmin hendaknya yakin bahwa tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Allah ﷻ, dan tidak ada yang melindungi dari keburukan kecuali Allah ﷻ. Hanya bertawakkal kepada Allah ﷻ semata dan berbaik sangka hanya kepada Allah ﷻ.

Apabila datang perasaan was-was tersebut maka hendaknya segera dihilangkan dengan tawakkal kepada Allah ﷻ dan tetap melaksanakan hajatnya. Apa yang terjadi setelah itu adalah takdir Allah ﷻ semata.

Adapun at-tafa’ul, yaitu berbaik sangka kepada Allah ﷻ karena melihat atau mendengar sesuatu, diperbolehkan dalam agama kita. Dahulu Nabi ﷺ sering bertafa’ul, seperti ketika terjadi Perjanjian Hudaibiyah. Utusan Quraisy saat itu bernama Suhail, yang merupakan bentuk tashghir (pengecilan) dari kata “sahl,” yang artinya “mudah”. Maka Beliau ﷺ pun berbaik sangka kepada Allah ﷻ bahwa perjanjian ini akan membawa kemudahan dan kebaikan bagi umat Islam. Maka benarlah persangkaan Beliau ﷺ, karena setelah perjanjian tersebut, Allah ﷻ membuka pintu-pintu kemudahan bagi umat Islam.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ