Halaqah yang ke - 5 dari HSI Akademi – Aqidah 1 adalah tentang Kandungan Nilai-Nilai Tauhid (Beriman Kepada Allah) Dalam Surat Al-Hasyr Ayat 22-24.
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullahu Ta'ala
Materi : HSI Akademi - Aqidah1

Para Santri HSI Akademi dimanapun antum berada waffaqakumullah jami’an, Setelah kita mendengarkan bersama penjelasan secara singkat dari ayat kursi yang dibawakan oleh beliau yang berisi tentang ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala) baik Rububiyyahnya, Uluhiyyahnya maupun nama dan juga sifatnya. Maka Insya Allah kita akan lanjutkan pada ayat berikutnya yaitu surat Al-Hasyr, yang dibawakan oleh mualif (pengarang).
Beliau mengatakan setelahnya:
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Maka di sini ada penyebutan lafdzul Jalallah yaitu Allah yang artinya adalah Al-Ma'bud bil Haq (yang berhak untuk disembah yang berhak untuk diibadahi dengan benar) karena Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mencipta, memberikan rezeki dan juga mengatur alam semesta.
Ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah satu-satunya yang memiliki sifat Uluhiyyah tidak ada yang berhak untuk disembah dan diibadahi kecuali Allah. Ini berkaitan dengan iman kita kepada Allah, karena termasuk iman kita kepada Allah adalah mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah.
Kemudian Allah mengatakan:
Di antara sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah عَـٰلِمُ ٱلۡغَیۡبِ - mengetahui perkara yang ghaib. Dan yang dimaksud dengan ghaib di sini adalah ghaib al-mutlaq, Karena para ulama menjelaskan ghaib itu ada dua. Yaitu:
Adapun ghaib mutlaq maka semua makhluk tidak mengetahui perkara ghaib tersebut. Misalnya, apa yang akan terjadi besok, tidak ada seorang makhluk pun mengetahui kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah mentakdirkan segala sesuatu, mengetahui segala sesuatu sebelum terjadinya, bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala menuliskan segala sesuatu tersebut dengan sangat sempurna dan lengkap. Tidak terjadi sesuatu di permukaan bumi kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui sebelum terjadinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan di dalam ayat lain:
Yang ada di langit seperti para malaikat, mereka tidak mengetahui perkara yang ghaib, yang ada di bumi seperti makhluk, manusia dan jin, tidak mengetahui perkara yang ghaib. Apa yang terjadi mereka tidak mengetahuinya إِلَّا ٱلله kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka keyakinan seorang muslim bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah عَـٰلِمُ ٱلۡغَیۡبِ (Dia-lah yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib) tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah.
Seorang nabi mengetahui perkara yang ghaib karena dia diberitahu oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (asalnya dia tidak tahu). Sebagian ilmu ghaib diberitahukan kepada seorang nabi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Allah tidak menampakkan (memberi-tahu) perkara yang ghaib ini kepada siapapun kecuali manusia yang Allah ridhai dari kalangan para rasul, itupun hanya sebagian kecil saja dari ilmu ghaib. Tidak semuanya. Oleh karena itu barangsiapa yang meyakini bahwasanya di sana ada yang mengetahui ilmu yang ghaib selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Dia telah mendustakan ayat-ayat Allah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabarkan tidak ada yang mengetahui ilmu yang ghaib kecuali Allah. Kalau dia mengatakan ada yang mengetahui selain Allah maka dia telah mendustakan firman Allah Azza wa Jalla.
Nabi shallallalahu 'alayhi wa sallam ketika beliau mengabarkan tentang orang yang mendatangi tukang ramal atau seorang dukun kemudian orang tersebut membenarkan apa yang diucapkan tukang ramal tersebut.
Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan:
Maka keyakinan kita sebagai seorang muslim tidak ada yang mengetahui ilmu ghaib yang mutlaq kecuali Allah. Adapun yang dilakukan oleh sebagian, memperkirakan bahwasanya sore nanti akan turun hujan atau hari ini akan hujan, berdasarkan apa yang mereka lihat dan berdasarkan arah angin dan juga memperkirakan hujan dengan melihat keadaan udara dan seterusnya. Maka hal ini bukan termasuk usaha untuk mengetahui ilmu yang ghaib. Dia bisa mengatakan demikian karena mereka melihat tanda-tanda yang merupakan sunnah kauniyyah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Kalau yang ghaib saja Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui, lalu bagaimana dengan perkara yang nyata ? Yang kelihatan, yang bisa dilihat oleh manusia, dan apabila kita mengenal bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib, perkara yang nyata, perkara yang kelihatan oleh manusia maupun yang tidak kelihatan oleh manusia, maka ini akan menumbuhkan perasaan muraqabbah di dalam hati kita (merasa diawasi oleh Allah). Dan bahwasanya gerak-gerik kita Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha mengetahuinya dan apa yang ada di dalam hati manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahuinya.
Ini namanya pengkhianatan mata, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui mata yang berusaha untuk berkhianat خَآئِنَةَ ٱلْأَعْيُنِ dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa yang ada di dalam dada-dada manusia, keinginan-keinginan dan juga niat-niat yang jelek, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui termasuk keinginan baik seseorang. Oleh karena itu sekali lagi:
Apakah di sini ada pengulangan? Jawabannya: Tidak. Para ulama telah menjelaskan tentang perbedaan antara nama Allah Ar-rahman dan Ar-rahim.
Ada di antara mereka yang mengatakan bahwasanya Ar-rahman mengandung sifat Allah (Ar-rahmah), dimana rahmah di sini adalah mencakup segala sesuatu.
Baik makhluk yang hidup maupun makhluk yang mati, baik orang yang beriman maupun orang yang kafir, maka semuanya diliputi oleh rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada di antara mereka yang tidak mendapatkan bagian dari rahmat Allah.
Semuanya mendapatkan termasuk diantaranya orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kepada mereka kehidupan, memberikan kepada mereka rezeki, memberikan kepada mereka kesehatan, memberikan kepada mereka anak, diberikan kenikmatan-kenikmatan dunia. Maka ini adalah bagian dari rahmatullah. Dan orang-orang yang beriman juga demikian.
Adapun Ar-rahim maka ini adalah nama Allah yang artinya adalah Maha Penyayang mengandung rahmat Allah yang khusus bagi orang-orang yang beriman, di sana ada rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Allah khususkan bagi orang-orang yang beriman. Seperti (misalnya):
Oleh karena itu Allah mengatakan, ketika menyebutkan orang-orang yang beriman:
Di sini Allah menggunakan namanya Ar-rahim. Sehingga sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwasanya Ar-rahman mengandung sifat rahmah yang umum bagi seluruh makhluk, adapun Ar-rahim mengandung sifat rahmah yang Allah khususkan bagi orang-orang beriman saja.
Kalau kita menyadari dan mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Penyayang, maka hendaklah kita tidak berputus asa dari rahmat Allah, karena Dia-lah yang rahmat-Nya sempurna. Yang Maha, sehingga seorang muslim tidak berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bagaimanapun musibah yang menimpa dia, yakinlah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala di situ ada kasih sayang Allah untuk kita, disitu ada rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk kita. Mungkin di dalam sebuah musibah, di sana Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita;
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala itu luas jangan menganggap bahwa rahmat Allah itu sempit. Demikian pula ketika kita menyadari bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Ar-rahman Ar-rahim, dan sifat rahmah ini adalah sifat kesempurnaan, maka kita berusaha untuk menyayangi orang lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Penyayang maka kita sebagai seorang hamba Allah berusaha untuk menyayangi sesama manusia.
Dan disebutkan dalam hadits bahwasanya orang yang sayang kepada sesamanya, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan sayang kepada dia.
Maka orang yang demikian akan disayangi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Siapa di antara kita yang tidak ingin disayang oleh Allah, baik dengan rahmat yang umum (untuk seluruh makhluk) maupun rahmat yang Allah khususkan bagi orang-orang yang beriman berupa hidayah, ketenangan hidup.
Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Ini adalah penguatan (penekanan) terhadap ayat sebelumnya. Menunjukkan tentang Uluhiyyah Allah, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah satu-satunya yang berhak untuk disembah dan diibadahi.
Selain Allah, dia tidak berhak untuk disembah, meskipun itu seorang Nabi yang kita mencintai beliau dan kita mengetahui tentang kesempurnaan beliau shallallalahu 'alayhi wa sallam sebagai seorang manusia. Tapi bagaimanapun kesempurnaan seorang makhluk tidak akan sampai pada derajat Uluhiyyah, sehingga tidak pantas dan tidak boleh untuk disembah.
Demikian pula malaikat Jibril 'alayhissalam, malaikat yang merupakan pemukanya para malaikat yang sangat dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, bahkan dialah (Jibril) yang mendengar wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk disampaikan kepada para nabi dan rasul. Meskipun demikian maka dia (Jibril) tidak berhak untuk disembah.
Huwallah (هُوَ ٱللَّه) Dia-lah (Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Dia.
Langit yang tujuh, juga benda-benda yang ada di sana, tidak mengetahui besarnya dan tidak mengetahui banyaknya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Itu yang memiliki adalah Allah, Allah yang merajai, demikian pula apa yang ada di bumi ini, berbagai alam, (seperti) alam jin, alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan dan seterusnya, maka ini semua di bawah kerajaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah (ٱلۡمَلِك) Dia-lah Maha Raja, Dia-lah raja yang sesungguhnya. Adapun raja-raja di dunia penguasa-penguasa di dunia maka mereka bukan ٱلۡمَلِك yang sesungguhnya.
Kekuasaan mereka sementara, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun setelah itu mereka tidak memiliki kekuasaan tersebut dan kekuasaan tersebut berpindah kepada yang lain.
Kekuasaan mereka adalah sementara. Kemudian kekuasan mereka hanya sebagian daerah saja (sebuah negara saja atau di sebuah tempat yang terbatas) itu adalah kekuasaan manusia. Adapun kekuasaan penguasa yang sebenarnya (Raja yang sebenarnya) adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Oleh karena itu di hari kiamat, ketika manusia dikumpulkan, hewan dikumpulkan, jin dikumpulkan, malaikat dikumpulkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Semuanya dalam keadaan tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala pada hari tersebut. Oleh karena itu seseorang yang mendapatkan kekuasaan (kepemimpinan), mendapatkan kerajaan, ingatlah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah ٱلۡمَلِكُ - Dia-lah raja yang sebenarnya.
Adapun kekuasaan yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan kepada kita maka itu adalah amanah dan sangat terbatas. Oleh karena itu untuk apa seseorang menyombongkan diri dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan kepadanya dan dia adalah amanah dan kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menanyakan kepada seseorang atau kepada seorang penguasa tentang apa yang diamanahkan itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Dzat yang tersucikan dari seluruh perkara yang merupakan perkara yang aib (kekurangan).
Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat yang Maha Sempurna, Dia-lah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Seluruh sifat kesempurnaan, Allah Subhanahu wa Ta'ala memilikinya dan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak memiliki sifat aib atau kekurangan sekecil apapun. Tidak ada sedikitpun sifat kurang bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah yang Maha Sempurna.
Tidak ada sifat kekurangan sedikitpun pada diri Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga Dia-lah (ٱلۡقُدُّوس) semakna dengan kata atau nama Allah yang lain yaitu As-Sallam (ٱلسَّلَـٰم)
Disebutkan setelahnya
Baik, berarti di sana ada dua makna bagi nama Allah Subhanahu wa Ta'ala As-Sallam (ٱلسَّلَـٰم)
Ini sering kita ucapkan, kenapa seseorang masih bergantung kepada jimatnya kepada jin. Mintalah keselamatan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
⑴ Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan keamanan bagi orang yang berhak untuk tidak diadzab.
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullahu Ta'ala
Materi : HSI Akademi - Aqidah1

Para Santri HSI Akademi dimanapun antum berada waffaqakumullah jami’an, Setelah kita mendengarkan bersama penjelasan secara singkat dari ayat kursi yang dibawakan oleh beliau yang berisi tentang ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala) baik Rububiyyahnya, Uluhiyyahnya maupun nama dan juga sifatnya. Maka Insya Allah kita akan lanjutkan pada ayat berikutnya yaitu surat Al-Hasyr, yang dibawakan oleh mualif (pengarang).
Beliau mengatakan setelahnya:
ونؤمن بأنه :
Dan kita (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) beriman bahwasanya Dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala)
هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِۚ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ
هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُࣖ
Insya Allah, akan kita jelaskan dan kita berikan penafsiran secara ringkas terhadap beberapa ayat di akhir surat Al-Hasyr ini, yang menunjukkan tentang iman kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُࣖ
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
هُوَ ٱللَّهُ
"Dia-lah Allah.”
ٱلَّذِي لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُو
"Yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia.” Maka di sini ada penyebutan lafdzul Jalallah yaitu Allah yang artinya adalah Al-Ma'bud bil Haq (yang berhak untuk disembah yang berhak untuk diibadahi dengan benar) karena Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mencipta, memberikan rezeki dan juga mengatur alam semesta.
ٱلَّذِي لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُو
"Yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia.” Ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah satu-satunya yang memiliki sifat Uluhiyyah tidak ada yang berhak untuk disembah dan diibadahi kecuali Allah. Ini berkaitan dengan iman kita kepada Allah, karena termasuk iman kita kepada Allah adalah mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah.
Kemudian Allah mengatakan:
عَـٰلِمُ ٱلۡغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَة
Dia-lah yang mengetahui perkara yang ghaib dan perkara yang nyata. Di antara sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah عَـٰلِمُ ٱلۡغَیۡبِ - mengetahui perkara yang ghaib. Dan yang dimaksud dengan ghaib di sini adalah ghaib al-mutlaq, Karena para ulama menjelaskan ghaib itu ada dua. Yaitu:
- Ghaib Mutlaq Ghaib mutlaq tidak mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
- Ghaib Nisbi Ghaib yang diketahui sebagian makhluk dan tidak diketahui oleh sebagian yang lain.
Adapun ghaib mutlaq maka semua makhluk tidak mengetahui perkara ghaib tersebut. Misalnya, apa yang akan terjadi besok, tidak ada seorang makhluk pun mengetahui kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah mentakdirkan segala sesuatu, mengetahui segala sesuatu sebelum terjadinya, bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala menuliskan segala sesuatu tersebut dengan sangat sempurna dan lengkap. Tidak terjadi sesuatu di permukaan bumi kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui sebelum terjadinya.
عَـٰلِمُ ٱلۡغَيْبِ
Dia-lah yang mengetahui perkara yang ghaib maksudnya adalah ghaib yang mutlaq. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan di dalam ayat lain:
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ٱلْغَيْبَ إِلَّا ٱلله
"Katakanlah tidak mengetahui siapapun yang ada di langit dan yang ada di bumi perkara yang ghaib kecuali Allah.” [QS An-Naml:65] Yang ada di langit seperti para malaikat, mereka tidak mengetahui perkara yang ghaib, yang ada di bumi seperti makhluk, manusia dan jin, tidak mengetahui perkara yang ghaib. Apa yang terjadi mereka tidak mengetahuinya إِلَّا ٱلله kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka keyakinan seorang muslim bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah عَـٰلِمُ ٱلۡغَیۡبِ (Dia-lah yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib) tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah.
Seorang nabi mengetahui perkara yang ghaib karena dia diberitahu oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (asalnya dia tidak tahu). Sebagian ilmu ghaib diberitahukan kepada seorang nabi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
عَـٰلِمُ ٱلْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِۦٓ أَحَدًا ۞ إِلَّا مَنِ ٱرۡتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ
"Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengetahui yang ghaib maka Allah tidak menampakkan (memberi tahu) perkara yang ghaib ini kepada siapapun kecuali manusia yang Allah ridhai dari kalangan para rasul." [QS Al-Jinn : 26-27] Allah tidak menampakkan (memberi-tahu) perkara yang ghaib ini kepada siapapun kecuali manusia yang Allah ridhai dari kalangan para rasul, itupun hanya sebagian kecil saja dari ilmu ghaib. Tidak semuanya. Oleh karena itu barangsiapa yang meyakini bahwasanya di sana ada yang mengetahui ilmu yang ghaib selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Dia telah mendustakan ayat-ayat Allah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabarkan tidak ada yang mengetahui ilmu yang ghaib kecuali Allah. Kalau dia mengatakan ada yang mengetahui selain Allah maka dia telah mendustakan firman Allah Azza wa Jalla.
Nabi shallallalahu 'alayhi wa sallam ketika beliau mengabarkan tentang orang yang mendatangi tukang ramal atau seorang dukun kemudian orang tersebut membenarkan apa yang diucapkan tukang ramal tersebut.
Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian dia membenarkan apa yang diucapkan oleh tukang ramal tersebut dan meyakini bahwasanya dia mengetahui ilmu ghaib. Maka sungguh dia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam.” Maka keyakinan kita sebagai seorang muslim tidak ada yang mengetahui ilmu ghaib yang mutlaq kecuali Allah. Adapun yang dilakukan oleh sebagian, memperkirakan bahwasanya sore nanti akan turun hujan atau hari ini akan hujan, berdasarkan apa yang mereka lihat dan berdasarkan arah angin dan juga memperkirakan hujan dengan melihat keadaan udara dan seterusnya. Maka hal ini bukan termasuk usaha untuk mengetahui ilmu yang ghaib. Dia bisa mengatakan demikian karena mereka melihat tanda-tanda yang merupakan sunnah kauniyyah.
- Kalau keadaannya demikian maka akan terjadi hujan.
- Kalau keadaannya demikian maka angin akan kencang dan seterusnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
وَٱلشَّهَـٰدَة
"Dia-lah yang mengetahui perkara yang nyata.” Kalau yang ghaib saja Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui, lalu bagaimana dengan perkara yang nyata ? Yang kelihatan, yang bisa dilihat oleh manusia, dan apabila kita mengenal bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib, perkara yang nyata, perkara yang kelihatan oleh manusia maupun yang tidak kelihatan oleh manusia, maka ini akan menumbuhkan perasaan muraqabbah di dalam hati kita (merasa diawasi oleh Allah). Dan bahwasanya gerak-gerik kita Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha mengetahuinya dan apa yang ada di dalam hati manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahuinya.
يَعْلَمُ خَآئِنَةَ ٱلْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِى ٱلصُّدُورُ
Allah (Dia-lah) yang mengetahui kedipan mata, pengkhianatan mata, yang dia berusaha untuk melihat perkara yang diharamkan oleh Allah, ketika mereka tidak menyadari bahwasanya dia melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. [QS Ghafir:19] Ini namanya pengkhianatan mata, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui mata yang berusaha untuk berkhianat خَآئِنَةَ ٱلْأَعْيُنِ dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa yang ada di dalam dada-dada manusia, keinginan-keinginan dan juga niat-niat yang jelek, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui termasuk keinginan baik seseorang. Oleh karena itu sekali lagi:
عَـٰلِمُ ٱلۡغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَة
Apabila kita benar-benar memahami isinya, menjadikan seseorang takut untuk berbuat maksiat, dimanapun dia berada, baik ketika dia sendirian maupun bersama orang lain, ketika di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terbuka.
Dan juga menjadikan seseorang bersemangat untuk beramal shalih, meskipun tidak dilihat oleh orang lain. Karena yang terpenting bagi dia adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa yang diamalkan, meskipun manusia tidak mengetahui apa yang diamalkannya. - Bersemangat untuk shalat malam, ketika manusia yang lain dalam keadaan tidur.
- Bersemangat untuk bershadaqah meskipun tidak dilihat oleh manusia.
- Bersemangat untuk berdzikir dalam keadaan sendirian meskipun tidak dilihat oleh manusia.
عَـٰلِمُ ٱلۡغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَة
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِيْم
“Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Penyayang dan Maha Penyayang”.
Ini adalah dua nama Allah yang mengandung sifat rahmah dan dua-duanya kalau dalam bahasa kita bisa diartikan sama yaitu Maha Penyayang. Apakah di sini ada pengulangan? Jawabannya: Tidak. Para ulama telah menjelaskan tentang perbedaan antara nama Allah Ar-rahman dan Ar-rahim.
Ada di antara mereka yang mengatakan bahwasanya Ar-rahman mengandung sifat Allah (Ar-rahmah), dimana rahmah di sini adalah mencakup segala sesuatu.
وَسِعَتْ رَحْمَته كُلَّ شَيْءٍ
"Rahmat Allah itu mencakup segala sesuatu.” Baik makhluk yang hidup maupun makhluk yang mati, baik orang yang beriman maupun orang yang kafir, maka semuanya diliputi oleh rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada di antara mereka yang tidak mendapatkan bagian dari rahmat Allah.
Semuanya mendapatkan termasuk diantaranya orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kepada mereka kehidupan, memberikan kepada mereka rezeki, memberikan kepada mereka kesehatan, memberikan kepada mereka anak, diberikan kenikmatan-kenikmatan dunia. Maka ini adalah bagian dari rahmatullah. Dan orang-orang yang beriman juga demikian.
Adapun Ar-rahim maka ini adalah nama Allah yang artinya adalah Maha Penyayang mengandung rahmat Allah yang khusus bagi orang-orang yang beriman, di sana ada rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Allah khususkan bagi orang-orang yang beriman. Seperti (misalnya):
- Hidayah kepada tauhid
- Hidayah kepada sunnah
- Hidayah kepada jalan yang lurus
Oleh karena itu Allah mengatakan, ketika menyebutkan orang-orang yang beriman:
وَكَانَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
"Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat sayang kepada orang-orang yang beriman.”
[QS Al-Ahzab: 43] Di sini Allah menggunakan namanya Ar-rahim. Sehingga sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwasanya Ar-rahman mengandung sifat rahmah yang umum bagi seluruh makhluk, adapun Ar-rahim mengandung sifat rahmah yang Allah khususkan bagi orang-orang beriman saja.
Kalau kita menyadari dan mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Penyayang, maka hendaklah kita tidak berputus asa dari rahmat Allah, karena Dia-lah yang rahmat-Nya sempurna. Yang Maha, sehingga seorang muslim tidak berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bagaimanapun musibah yang menimpa dia, yakinlah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala di situ ada kasih sayang Allah untuk kita, disitu ada rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk kita. Mungkin di dalam sebuah musibah, di sana Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita;
- Supaya kita mau kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
- Supaya kita kembali bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atas kelalaian kita selama ini.
- Atau mungkin Allah Subhanahu wa Ta'ala ingin mengangkat derajat seseorang. Maka ini adalah bagian dari rahmatullah Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Katakanlah: "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Az-Zummar: 53] Rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala itu luas jangan menganggap bahwa rahmat Allah itu sempit. Demikian pula ketika kita menyadari bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Ar-rahman Ar-rahim, dan sifat rahmah ini adalah sifat kesempurnaan, maka kita berusaha untuk menyayangi orang lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Penyayang maka kita sebagai seorang hamba Allah berusaha untuk menyayangi sesama manusia.
Dan disebutkan dalam hadits bahwasanya orang yang sayang kepada sesamanya, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan sayang kepada dia.
ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
"Orang-orang yang sayang kepada orang lain maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan sayang kepada mereka.”
الراحمون يرحمهم الرحمن
Orang-orang yang sayang kepada orang lain (kepada keluarganya, anak dan istrinya, orang tuanya, tetangga, muridnya). Dia memiliki sifat rahmah (kasih sayang) kepada mereka. Bukan orang yang kasar kepada keluarga, bukan orang yang kasar kepada anak muridnya, kepada tetangganya, tetapi dia memiliki sifat rahmah (lemah lembut, kasih sayang) yang berasal dari hati yang paling dalam. Maka orang yang demikian akan disayangi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
"Sayangilah orang-orang yang ada di permukaan bumi ini maka akan menyayangi kalian Dzat yang ada di langit (Allah Subhanahu wa Ta’ala)." Siapa di antara kita yang tidak ingin disayang oleh Allah, baik dengan rahmat yang umum (untuk seluruh makhluk) maupun rahmat yang Allah khususkan bagi orang-orang yang beriman berupa hidayah, ketenangan hidup.
Allah Subhanahu wa Ta'ala:
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُو
Dia-lah (Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia. Ini adalah penguatan (penekanan) terhadap ayat sebelumnya. Menunjukkan tentang Uluhiyyah Allah, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah satu-satunya yang berhak untuk disembah dan diibadahi.
Selain Allah, dia tidak berhak untuk disembah, meskipun itu seorang Nabi yang kita mencintai beliau dan kita mengetahui tentang kesempurnaan beliau shallallalahu 'alayhi wa sallam sebagai seorang manusia. Tapi bagaimanapun kesempurnaan seorang makhluk tidak akan sampai pada derajat Uluhiyyah, sehingga tidak pantas dan tidak boleh untuk disembah.
Demikian pula malaikat Jibril 'alayhissalam, malaikat yang merupakan pemukanya para malaikat yang sangat dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, bahkan dialah (Jibril) yang mendengar wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk disampaikan kepada para nabi dan rasul. Meskipun demikian maka dia (Jibril) tidak berhak untuk disembah.
Huwallah (هُوَ ٱللَّه) Dia-lah (Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Dia.
ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوس
Dia-lah (Allah Subhanahu wa Ta'ala) Al-Malik (ٱلۡمَلِك) adalah Yang Maha Merajai.
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Maha Raja dan Dia-lah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Maka Dia-lah yang berhak untuk disembah. Selain Allah Subhanahu wa Ta'ala maka mereka adalah mamluk yang dimiliki bukan yang memiliki. Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah (ذو الملك). Dia-lah yang memiliki kerajaan ini, kerajaan yang begitu besar, kerajaan yang begitu megah bagi orang berta'amul, melihat ke atas dan melihat kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Langit yang tujuh, juga benda-benda yang ada di sana, tidak mengetahui besarnya dan tidak mengetahui banyaknya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Itu yang memiliki adalah Allah, Allah yang merajai, demikian pula apa yang ada di bumi ini, berbagai alam, (seperti) alam jin, alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan dan seterusnya, maka ini semua di bawah kerajaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah (ٱلۡمَلِك) Dia-lah Maha Raja, Dia-lah raja yang sesungguhnya. Adapun raja-raja di dunia penguasa-penguasa di dunia maka mereka bukan ٱلۡمَلِك yang sesungguhnya.
Kekuasaan mereka sementara, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun setelah itu mereka tidak memiliki kekuasaan tersebut dan kekuasaan tersebut berpindah kepada yang lain.
تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاء
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki dan mengambil kembali kekuasaan tadi dari siapa yang Dia kehendaki. [QS Ali-Imran: 26-27] Kekuasaan mereka adalah sementara. Kemudian kekuasan mereka hanya sebagian daerah saja (sebuah negara saja atau di sebuah tempat yang terbatas) itu adalah kekuasaan manusia. Adapun kekuasaan penguasa yang sebenarnya (Raja yang sebenarnya) adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Oleh karena itu di hari kiamat, ketika manusia dikumpulkan, hewan dikumpulkan, jin dikumpulkan, malaikat dikumpulkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
أَنَا الْمَلِكُ أَنَا الدَّيَّان
"Sesungguhnya Aku adalah raja yang sebenarnya, di mana raja-raja bumi (أَيْنَ مُلُوكُ الْأَرْض ).” Semuanya dalam keadaan tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala pada hari tersebut. Oleh karena itu seseorang yang mendapatkan kekuasaan (kepemimpinan), mendapatkan kerajaan, ingatlah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah ٱلۡمَلِكُ - Dia-lah raja yang sebenarnya.
Adapun kekuasaan yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan kepada kita maka itu adalah amanah dan sangat terbatas. Oleh karena itu untuk apa seseorang menyombongkan diri dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan kepadanya dan dia adalah amanah dan kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menanyakan kepada seseorang atau kepada seorang penguasa tentang apa yang diamanahkan itu.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ والْأَمِيرُ رَاع
"Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya dan seorang amir adalah pemimpin.”
ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوس
Al-Quddus ٱلۡقُدُّوس maknanya adalah yang disucikan, yang disucikan dari seluruh perkara yang jelek. Ini adalah yang dimaksud dengan Al-Quddus. Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Dzat yang tersucikan dari seluruh perkara yang merupakan perkara yang aib (kekurangan).
Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat yang Maha Sempurna, Dia-lah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Seluruh sifat kesempurnaan, Allah Subhanahu wa Ta'ala memilikinya dan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak memiliki sifat aib atau kekurangan sekecil apapun. Tidak ada sedikitpun sifat kurang bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah yang Maha Sempurna.
Tidak ada sifat kekurangan sedikitpun pada diri Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga Dia-lah (ٱلۡقُدُّوس) semakna dengan kata atau nama Allah yang lain yaitu As-Sallam (ٱلسَّلَـٰم)
Disebutkan setelahnya
ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَـٰم
As-Sallam (ٱلسَّلَـٰم) ada yang mengatakan maknanya adalah selamat dari seluruh kekurangan. Sehingga kalau dilihat maknanya hampir sama dengan Al-Quddus (ٱلۡقُدُّوس). Kekurangan apapun maka Allah Subhanahu wa Ta'ala terbebas darinya.
Ada yang mengatakan bahwasanya As-Sallam (ٱلسَّلَـٰم) artinya di sini adalah yang memberikan keselamatan kepada para hamba-Nya. Baik, berarti di sana ada dua makna bagi nama Allah Subhanahu wa Ta'ala As-Sallam (ٱلسَّلَـٰم)
- Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang selamat dari seluruh kekurangan dan juga aib berarti di sini maknanya hampir sama dengan Al Quddus.
- Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang memberikan keselamatan kepada para hamba-Nya. Ini menunjukkan bahwasanya seseorang meminta keselamatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan meminta keselamatan dari Jin atau dari jimat atau dari makhluk yang lain.
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ.
"Ya Allah, Engkau adalah As-Sallam dan dari-Mu lah keselamatan.” Ini sering kita ucapkan, kenapa seseorang masih bergantung kepada jimatnya kepada jin. Mintalah keselamatan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَـٰمُ ٱلۡمُؤۡمِن
Yang dimaksud dengan mukmin ada dua makna, yaitu: ⑴ Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan keamanan bagi orang yang berhak untuk tidak diadzab.
- Seperti orang-orang beriman yang mereka diberikan keutamaan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga tidak diadzab dengan sebab dosanya.
- Sebagaimana kita tahu bahwasanya orang yang beriman yang memiliki dosa di hari kiamat, maka kalau Allah menghendaki mereka akan diadzab dan kalau Allah menghendaki maka tidak diadzab
- Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan keamanan kepada orang yang tidak berhak untuk diadzab, maksudnya adalah memberikan keamanan kepada orang yang beriman secara umum, karena seandainya mereka diadzab mereka tidak akan kekal diadzab di dalam Neraka.
- Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan keamanan kepada mereka sehingga mereka tidak kek diadzab di dalam neraka. ⑵ Mushaddiq: Al-Mukmin maksudnya adalah membenarkan sebagaimana orang-orang yang beriman kenapa mereka dinamakan orang-orang yang beriman karena mereka percaya dan membenarkan.
- Yang pertama adalah Al-Jabarut yaitu Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Kuat, Yang Maha Besar atau yang semakna.
- Dan bisa diartikan Al-Jabbar di sini adalah yang menambal, maksudnya adalah betapa banyak orang yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan mereka pertolongan, dia dalam keadaan terpatahkan, dalam keadaan kekurangan, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menambal kekurangan tadi. Memberikan dia pertolongan, memberikan dia jalan keluar.
- Bisa juga diartikan Al-Jabbar adalah al-‘Uluw yaitu yang memiliki ketinggian, ini disebutkan oleh para ulama ketika mereka memaknai nama Allah Subhanahu wa Ta'ala Al-Jabar. Dan ini adalah nama di antara nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Al-Jabar adalah di antara nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki kandungan sifat-sifat kesempurnaan dan di antara maknanya adalah seperti yang tadi kita sampaikan.
- Bisa juga maknanya adalah dari kata Al-Jabr (menambal) atau bisa artinya adalah Al-‘Adhamah yaitu yang Maha Besar atau bisa diartikan yang Maha Tinggi.
Kenapa dinamakan demikian? Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang membenarkan rasul-rasul-Nya. Menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang shadiqun (orang-orang yang jujur) di dalam menyampaikan risalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
وَصَدَقَ ٱلْمُرْسَلُونَ
"Dan benarlah para rasul, para nabi.” [QS Yasin: 52] Mereka tidak berdusta atas apa yang mereka ucapkan, maka ini ada dua makna di dalam nama Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Al-Mukmin (ٱلۡمُؤۡمِن) Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala ٱلۡمُهَیۡمِنُ
Yang dimaksud dengan Al-Muhaimin (ٱلۡمُهَیۡمِن) adalah yang memiliki kekuasaan dan Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki hukum terhadap yang lain. Inilah yang dimaksud dengan Al-Muhaimin (ٱلۡمُهَیۡمِن) Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki kekuasaan melakukan didalam kekuasaannya apa yang dia kehendaki dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memutuskan didalam kekuasaannya apa yang dia kehendaki.
Sehingga Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala Al-Muhaimin (ٱلۡمُهَیۡمِن) melakukan apa yang dia kehendaki dan memutuskan segala sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki. Sehingga seorang muslim ketika dia menyadari bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Al-Muhaimin (ٱلۡمُهَیۡمِن) semakin tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang menguasai dirinya tidak mungkin dia bisa keluar dari kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu dia semakin taat kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang memutuskan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, sehingga menjadikan seseorang ridha dengan takdir Allah. Ridha dengan apa yang Allah putuskan karena dia adalah seorang hamba yang diatur. Dialah seorang hamba yang dikuasai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dialah yang menguasai, yang Muhaimin atas seluruh makhluknya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّر
"Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Al-Aziz.” Yang dimaksud dengan Al-Aziz (ٱلۡعَزِیز) adalah Yang mengalahkan seluruh yang memiliki kekuatan. Siapapun di bumi ini yang dia memiliki kekuatan, memiliki pasukan, memiliki kepintaran maka tidak mungkin dia bisa mengalahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala Al-Aziz (ٱلۡعَزِیز), tidak ada yang bisa mengalahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bagaimanapun usaha mereka, bagaimanapun makar mereka, Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah yang akan memenangkan dan rasul-rasul-Nya merekalah yang akan menang dan orang-orang yang beriman merekalah yang akan menang. Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala Al-Aziiz (ٱلۡعَزِیز)
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
كَتَبَ ٱللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا۠ وَرُسُلِىٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِي
Allah telah menetapkan: "Sungguh Akulah yang akan menang dan Rasul-rasul-Ku. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. [QS Al-Mujadilah : 21] Ini menumbuhkan di dalam hati seseorang (orang yang beriman) sifat raja', semangat dalam berdakwah dan tidak tertipu dengan kekuatan-kekuatan dan juga makar musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا فِى ٱلْبِلَـٰد
"Janganlah sekali-kali kamu tertipu gerak-gerik orang-orang kafir di permukaan bumi ini.” [QS Ali-Imran: 196]. Dengan kekuatan media mereka, pasukan mereka, jangan kita tertipu. Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah Al-Aziiz (Maha mengalahkan). Seluruh kekuatan yang ada di permukaan bumi meskipun mereka bersatu, meskipun mereka berkumpul untuk menghancurkan orang-orang yang beriman, niscaya mereka tidak akan bisa. Maka ini menjadikan seseorang semakin bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
ٱلۡجَبَّار
Yang artinya adalah Yang memaksa atau yang menambal atau juga bisa diartikan tinggi (Maha Tinggi).
ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّر
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Sombong, yang memiliki kesombongan, maka ini adalah di antara nama Allah Subhanahu wa Ta'ala
Dan Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berhak untuk sombong karena memang Dia-lah yang hak, Dia-lah yang memang yang akbar, yang Maha Besar. Dia-lah Al-‘Adhim Al-Kabir. Dia-lah yang Maha segala-galanya, maka Dia-lah yang berhak untuk menyombongkan diri. Adapun manusia maka tidak berhak untuk menyombongkan dirinya, karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan yang demikian, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengatakan di dalam sebuah hadits:
الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي
"Kesombongan adalah pakaian-Ku dan kebesaran adalah selendang-Ku.” Maka tidak boleh seseorang memiliki sifat sombong dan disebutkan di dalam hadits.
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْر
"Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun hanya sebesar (seberat) semut.” Diharamkan bagi seorang manusia untuk menyombongkan dirinya, adapun Allah Subhanahu wa Ta'ala maka Dia-lah Al-Mutakabbir.
Sebagian ada yang mengatakan boleh kita untuk sombong kepada orang yang sombong, mengatakan:
التَّكَبُّرُ عَلَى الْمُتَكَبِّرِ الجَائِزُ
Kita katakan hal seperti ini tidak boleh, bagaimanapun seseorang tidak boleh dia menyombongkan dirinya, meskipun kepada orang yang sombong. Dan ini bukan ucapan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam. Yang benar bahwasanya kita tidak boleh sombong kepada siapapun meskipun kepada orang yang menyombongkan diri kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
سُبْحَـٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُون
"Maha suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.” [QS Al-Hasyr: 23] Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang Maha Esa. Adapun yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin yang mereka menyekutukan Allah dengan yang lain, maka ini bentuk tidak hormatnya mereka kepada Allah. Maka Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.
Kemudian Allah mengatakan:
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّر
"Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Mencipta.” [QS Al-Hasyr: 24] Yaitu menciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Dari sesuatu yang tidak ada wujudnya menjadi terwujud. Seorang manusia yang sebelumnya,
لَمْ يُذْكَر
tidak disebutkan, tidak memiliki bentuk apapun, kemudian Allah jadikan. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala maka Dia (الْخَالِقُ) tidak ada selain Allah yang mencipta. Yaitu menciptakan, menjadikan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Jadi ini adalah sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak ada yang memiliki sifat ini selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yang mereka bisa lakukan adalah merubah, dari tanah menjadi alat tertentu. Dari besi kemudian menjadi alat tertentu. Dari aluminium menjadi alat tertentu. Mereka bisa merubah saja, adapun menjadikan sesuatu yang tidak ada wujudnya kemudian menjadi ada, maka ini hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang melakukan.
Kemudian:
الْبَارِئ
maksudnya adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dialah yang menciptakan sesuatu yang tidak ada sebelumnya.
مِنْ غَيْرِ مِثَالٍ سَبَقَ
“Tidak ada sesuatu yang semisal dengan itu yang sebelumnya”, Kalau (الْخَالِقُ) mungkin menciptakan sesuatu, tapi ada yang semisal sebelumnya, itu namanya (الْخَالِقُ) jadi lebih umum. Tapi kalau (الْبَارِئ) maksudnya adalah menciptakan sesuatu yang tidak ada contoh sebelumnya.
Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang menciptakan langit dan tidak ada contoh sebelumnya. Dia menciptakan perkara-perkara yang lain, tidak ada contoh sebelumnya, maka ini masuk di dalam makna nama Allah:
الْبَارِئ
المُصَوِّر
Yang membentuk manusia seperti ini, Dia membentuk hewan, onta, membentuk semut, membentuk kelinci seperti itu. Yang demikian indahnya, yang demikian sempurnanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala membentuknya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah المُصَوِّر Dialah yang membentuk. Manusia saja, sama-sama manusia dan semuanya tampan, semuanya cantik, semuanya indah, tapi berbeda-beda. المُصَوِّر
Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang المصور, Maha Sempurna, bentuk yang Allah berikan kepada manusia.
لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
"Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki nama-nama yang husna.” [QS Al-Hasyr :24]
يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْض
"Yang bertasbih untuk-Nya, seluruh apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.” [QS Al-Hasyr: 24]
وهوٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيم
"Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
ٱلْحَكِيم
Artinya adalah yang Maha Bijaksana atau yang Maha Menghukumi atau yang Maha Sempurna di dalam penciptaan-Nya, karena ٱلْحَكِيم bisa diambil dari kata ٱلْحِكْمَة yaitu Maha Bijaksana. Allah Subhanahu wa Ta'ala meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan bisa dikatakan diambil dari kata ٱلْحُكْم yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang menghukumi, baik di sini hukum syar'i yang ada di dalam syariat, maupun hukum kauni yaitu hukum Allah untuk alam semesta ini.
Baik demikian yang bisa kita sampaikan dalam kesempatan kali ini. Dan mohon maaf atas segala kekurangan, insya Allah kita lanjutkan penjelasan kitab ini pada kesempatan yang akan datang.
والله تعالى أعلم وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته