Halaqah yang ke-6 dari HSI Akademi – Aqidah 1 adalah tentang Kandungan Nilai-Nilai Tauhid Dalam Surat Asy-Syura Ayat 11-12 dan 49-50.
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullahu Ta'ala
Materi : HSI Akademi - Aqidah1

Para Santri HSI Akademi dimanapun antum berada waffaqakumullah jami’an, Kita lanjutkan pembahasan Kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh Fadhilatul Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu ta’ala.
Setelah kemarin kita mendengar bersama penjelasan secara singkat dari apa yang Allah sebutkan di dalam akhir surat Al-Hasyr, mulai dari firman Allah Azza wa Jalla:
Ini adalah nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Allah sebutkan di akhir surat Al-Hasyr dari ayat ke-22 sampai ayat ke-24.
Dengannya kita mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala atau mengenal sebagian nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan ini adalah bagian dari beriman kepada Allah Azza wa Jalla.
Kita lanjutkan dengan ucapan beliau selanjutnya:
Kerajaan langit, di sana ada langit yang tujuh dengan makhluk-makhluk Allah yang ada di sana (ada malaikat, planet, bintang dan seterusnya) di sana ada Arsy, di sana ada kursi Allah Subhanahu wa Ta'ala, di sana ada air, maka ini semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kerajaan yang begitu besar, begitu dahsyat, yang sangat luas (sangat besar) itu adalah ملك لله termasuk kerajaan Allah.
Ini menunjukkan tentang kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia-lah Allah yang Maha Kaya, Dia-lah Allah yang Maha Raja. الملك والأرض Demikian pula milik Allah Subhanahu wa Ta'ala kerajaan bumi, bumi yang begitu indah, yang luas terbentang dengan berbagai kekayaan alam yang ada di dalamnya atau di atasnya, manusia dan juga jin yang menempatinya maka itu adalah. له milik Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Al-Malik, Dia-lah yang merajai semuanya dan kita semuanya berada di bawah dan di dalam kerajaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu orang yang berada di dalam kekuasaan Allah, di bawah kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, seharusnya mereka meng-Esa-kan Allah. Seharusnya mereka mentauhidkan Allah, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
Kemudian beliau mendatangkan firman Allah Azza wa Jalla [QS Asy-Syura: 49-50] :
Allah Subhanahu wa Ta'ala di antara namanya adalah Al-Khaliq (Yang Maha Menciptakan) dan sudah kita bahas pada ayat sebelumnya nama Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Al-Khaliq (menciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada) dan ini adalah qudrah (kemampuan) yang tidak memilikinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Makhluk sekuat apapun, secerdas apapun sampai profesor atau yang lebih tinggi dari profesor seandainya ada, tidak ada di antara mereka yang bisa menciptakan seperti apa yang Allah ciptakan. Bahkan seandainya mereka diperintahkan atau ditantang untuk menciptakan makhluk yang kecil seperti lalat misalnya, niscaya mereka tidak akan mampu untuk melakukannya. Atau menciptakan sesuatu yang lebih kecil dari lalat niscaya mereka tidak akan mampu untuk melakukannya.
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur'an mengatakan:
Sampai hari kiamat tidak ada di antara mereka yang bisa menciptakan meskipun hanya seekor lalat. Ini adalah tantangan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lalu bagaimana manusia masih menyembah kepada selain Allah? Padahal mereka tidak menciptakan meskipun hanya seekor lalat. Kita melihat ke depan kita, ke belakang, ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah, semuanya adalah Khalqullah - خَلْقُ ٱللَّه. Tunjukkan kepada kita ciptaan yang diciptakan oleh selain Allah Azza wa Jalla.
Kemudian Allah mengatakan:
Seandainya orang-orang pintar tadi atau segala sesuatu yang disembah selain Allah semuanya berkumpul (bekerja sama) mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk menciptakan seekor lalat,
Kalau yang demikian saja mereka lemah tidak mampu melakukan, lalu bagaimana mereka disembah dan diminta selain Allah Azza wa Jalla?
Allah Subhanahu wa Ta'ala mencipta apa yang Dia kehendaki, menciptakan manusia sesuai dengan kehendak-Nya, menciptakan hewan sesuai dengan kehendak-Nya, menciptakan matahari sesuai dengan kehendak-Nya, menciptakan langit, menciptakan bulan, menciptakan bintang, sesuai dengan kehendak-Nya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Al-Hakim (Maha Bijaksana), menciptakan sesuatu pasti ada hikmahnya. Bukan menciptakan sesuatu kemudian tidak ada hikmahnya atau tujuan.
Tetapi yang jelas kita meyakini bahwasanya apa yang Allah lakukan pasti di sana ada hikmah yang terkandung. Terkadang kita mengetahui hikmah tadi dan terkadang kita tidak mengetahui. Tapi sebagai seorang yang beriman maka kita punya keyakinan bahwasanya ini pasti ada hikmahnya.
Kemudian Allah mengatakan:
Di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwasanya Allah memberikan kepada siapa yang Allah kehendaki di antara hamba-hamba-Nya anak perempuan. Ada di antara makhluk Allah (manusia) diberikan dia anak wanita. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan sesuai dengan kehendak-Nya, Allah menciptakan sesuai dengan kehendak-Nya. Memberikan kepada sebagian, menciptakan untuknya seorang anak wanita. Ini kembali kepada masyi’atullah Azza wa Jalla. Dan kita yakin sekali lagi bahwasanya apa yang Allah berikan pasti di situ ada hikmahnya:
Sebagian diberikan anak wanita dan sebagian diberikan anak laki-laki. Kembali kepada masyi’atullah, dan apa yang Allah lakukan pasti di sana ada hikmahnya, dan ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki masyi'ah. Di antara sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah memiliki Al- Masyi’ah (memiliki kehendak) sesuai dengan keagungan-Nya dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala (nafidzah) pasti terjadi.
Berbeda dengan kehendak manusia. Kadang kita menghendaki sesuatu tetapi tidak terjadi, kita memiliki banyak keinginan tapi banyak yang tidak terlaksana. Itu kita sebagai makhluk, tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Allah Subhanahu wa Ta'ala melakukan apa yang Dia kehendaki. Adapun manusia maka kehendak mereka adalah di bawah kehendak Allah.
Kalau Allah menghendaki maka terlaksana kehendak tadi dan kalau Allah tidak menghendaki maka tidak akan terlaksana kehendak kita.
Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah di dalam diwan beliau:
Apa yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi meskipun kita sebagai makhluk tidak menghendakinya. Kita tidak ingin terjadi musibah atas diri kita, atas anak kita, tapi Allah menghendaki musibah tadi terjadi, meskipun kita tidak menghendakinya.
Kita menghendaki untuk mendapatkan ini dan itu, bekerja di sebuah instansi yang diidamkan, ingin mendapatkan rezeki atau ingin mendapatkan jodoh si fulanah atau si fulan (misalnya), itu adalah kehendak kita, tapi kalau Allah tidak menghendaki لَمْ يَكُن tidak akan terjadi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Dan ini menunjukkan bahwasanya masyi'ah kita di bawah masyi'ah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Allah Subhanahu wa Ta'ala apabila menghendaki sesuatu, (maka akan) terjadi. Dan yang dimaksud dengan iradah di sini adalah iradah kauniyyah.
Padahal mungkin dia inginnya anak laki-laki tapi Allah memberinya anak wanita sehingga semua anaknya adalah wanita, ini adalah hibah (pemberian) dari Allah. Allah memberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki dan sebagian yang lain diberikan ذكور semuanya, diberikan anak laki-laki semuanya padahal dia ingin memiliki anak wanita.
Maka ini kembali kepada masyi’atullah Azza wa Jalla, kita harus menerima apa yang Allah berikan. Yang penting masing-masing dari kita yang telah diberikan oleh Allah anak, baik laki-laki maupun wanita bisa melaksanakan amanahnya.
Kalau kita bisa mendidik anak-anak wanita kita sesuai dengan apa yang disyariatkan maka بِإِذْنِ ٱللَّهِ mereka akan menjadi manfaat bagi kita di hari kiamat.
Demikian pula apabila kita bisa mendidik anak laki-laki kita dengan baik, mengantarkan mereka sehingga mereka mengenal Allah, mengenal Rasul, mengenal agama Islam, maka yang demikian bisa menjadi sebab bertambahnya hasanah (kebaikan) yang bisa menjadi bekal kita bertemu dengan Allah Azza wa Jalla.
Seandainya seseorang mendapatkan anak yang dia inginkan tetapi dia tidak (يحسن تربية) tidak baik di dalam mentarbiyyah anak-anaknya, maka ini mudharat bagi dia sendiri, yang jelas ini adalah hibah yang Allah berikan kepada siapa yang Allah kehendaki.
Mungkin masing-masing dari kita memiliki keinginan tapi kita harus ingat bahwasanya keinginan kita adalah di bawah kehendak Allah. Jangan kita menggerutu atau (اعترض) tidak ridha dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa yang Allah berikan kita terima dan kita melakukan sebagaimana yang disyariatkan yaitu mentarbiyyah mereka dengan baik, baik anak laki-laki maupun anak wanita.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
Ada di antara kita yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan dua-duanya (anak wanita maupun anak laki-laki). Ini adalah macam yang ketiga, yaitu Allah memberikan kepada seseorang anak laki-laki dan wanita.
Berarti semuanya ada empat jenis tidak keluar dari empat jenis ini.
Allah menghendaki dia tidak memiliki anak.
Siapa yang menghendaki dia mandul? Tentu Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menghendaki.
Maka seorang wanita muslimah maupun muslim. Ingat! Apabila demikian yang menimpa dia, maka kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahwasanya yang telah menjadikan dia mandul adalah Allah.
Kenapa Allah menjadikan dia mandul? Karena di sana ada hikmahnya, hanya saja kita tidak tahu. Di antara hikmahnya (mungkin) kalau kita diberikan anak, kita lalai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena anak adalah fitnah sebagaimana disebutkan di dalam beberapa ayat.
Mungkin ada di antara kita, jika diberikan fitnah anak ini kemudian dia lalai atau lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki kita untuk menyibukkan diri dengan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kita. Seperti (misalnya) menyibukkan diri dengan ilmu, ada sebagian ulama yang mereka tidak memiliki anak, justru mereka memanfaatkan hal tersebut untuk memperbanyak menuntut ilmu. Dia menyampaikan ilmu, bukan malah menghabiskan waktunya termenung, bersedih, karena tidak memiliki anak atau berhura-hura dan seterusnya. Tidak!
Justru dia manfaatkan waktunya untuk memberikan manfaat kepada umat, jangan sampai dia rugi dua kali, sudah tidak memiliki anak kemudian menyia-nyiakan waktunya. Justru kalau demikian dia manfaatkan.
Lihat Umul Mukminin (Aisyah radhiyallahu 'anhaa) beliau tidak memiliki anak dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dan ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kelebihan kepada beliau. Beliau termasuk tujuh orang sahabat yang paling banyak menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam. Ini namanya faqih (orang yang memahami).
Kalau memang demikian, hendaklah kita memanfaatkan dengan baik dengan memperbanyak ketaatan dan memperbanyak kesibukan-kesibukan yang bermanfaat terutama yang berkaitan dengan agama dan akhirat. Jangan kita dirundung oleh kesedihan, sudah kita tidak memiliki anak, kemudian kita rugi secara akhirat. Kita harus bersabar dan berhusnudzan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jangan kita berputus asa sebelum kita berusaha. Kita diperintahkan untuk berobat, mungkin di sana ada jalan keluar dan kita harus mencari jalan keluar yang syar'i, obat-obat yang syar'i, mendatangi dokter-dokter yang ahli dan banyak yang sudah mencoba dan Alhamdulillah mereka berhasil.
Khususnya zaman sekarang di sana ada cara-cara canggih yang modern dan itu semua tidak terlepas dari kehendak Allah. Semodern apapun, secanggih apapun kalau Allah tidak menghendaki terjadi maka tidak akan tercipta janin. Jadi mengambil sebab tadi dan bertawakal kepada Allah. Jangan bertawakal kepada dokter spesialis, mereka hanya berusaha untuk kita, dan kembali semuanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalau Allah menghendaki kita memiliki anak, maka kita akan diberikan anak dengan cara seperti itu, kalau tidak maka kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita hanya berusaha.
عَلِیم Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui yaitu yang terbaik untuk kita, ini diberikan anak laki-laki, ini diberikan anak wanita, ini diberikan dua-duanya (anak wanita dan laki-laki) yang lain yang tidak diberikan anak tidak laki-laki dan juga tidak wanita. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi masing-masing dari diri kita, tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. قَدِیر Dan Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Diberikan ini laki-laki, diberikan ini perempuan, yang ini diberikan dua-duanya dan ini dijadikan mandul, Allah Maha Mampu untuk melakukan itu semua, tidak ada yang sulit bagi Allah Azza wa Jalla.
Beberapa faedah yang bisa kita ambil dari ayat mulia ini adalah:
Di dalam ayat ini kita bisa mengambil faedah menetapkan dua nama di antara nama-nama Allah yaitu Al-'Alim (العَلِیم) dan Al-Qadir (القَدِیر)
√ Al-'Alim (العليم) Maha Mengetahui
√ Al-Qadir (القدير) Maha Kuasa untuk melakukan segala sesuatu.
Dan masing-masing dari nama ini mengandung sifat, Al-'Alim (العليم) mengandung sifat Al-Ilm ( ٱلْعِلْمِ ) berarti di antara sifat Allah adalah ilmu. Adapun Al-Qadir (القدير) mengandung sifat Al-Qudrah (berkuasa) maka kita tetapkan kedua sifat tadi yang terkandung di dalam kedua nama ini sesuai dengan keagungan Allah Azza wa Jalla. Ilmu Allah tidak sama dengan ilmu makhluk dan Qudratullah (kekuasaan Allah) tidak sama dengan kekuasaan makhluk. Beliau mengatakan:
Dan kita beriman, (kita maksudnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah) masih kita berbicara tentang aqidah dan keyakinan kita terhadap Allah.
Maha Esa, Ahad, tidak ada yang serupa dengan Allah di dalam dzat dan sifat-Nya, yaitu hakikat dari sifat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء tidak ada yang serupa dengan-Nya. Baik di dalam dzat, sifat maupun af'al (pekerjaan-pekerjaan Allah Subhanahu wa Ta'ala). Ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tidak ada yang serupa dengan Allah. Di antara nama Allah adalah Al-Ahad, Al-Wahid. Allah Subhanahu wa Ta'ala apabila mengabarkan kepada kita nama, sifat, tentang pekerjaan-pekerjaan-Nya. Ketahuilah bahwasanya nama, sifat, dan pekerjaan-pekerjaan Allah tidak serupa dengan apa yang ada pada makhluk.
Ini kaidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah berdasarkan firman Allah:
شىْء disini adalah النكرة في سياق النفي, dia adalah kalimat nakirah dan di sini adalah kalimat negatif sehingga menunjukkan keumuman. Umum yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak ada yang serupa dengan Dia sesuatu apapun. Baik di dalam dzatnya, sifatnya maupun pekerjaannya. Dzat Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak sama dengan dzat makhluk.
Dan sifat Allah juga demikian, tidak sama dengan sifat makhluk dan pekerjaan Allah (apa yang Allah lakukan) juga tidak sama dengan yang dilakukan oleh makhluk. Dari sini Ahlus Sunnah wal Jama'ah meyakini apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada kita tentang dzat-Nya, mengabarkan kepada kita tentang sifat-Nya, mengabarkan kepada kita tentang pekerjaan-pekerjaan-Nya, Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengatakan pasti sifat tersebut dan pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak sama dengan yang ada pada makhluk. Sifat tersebut sesuai dengan keagungan Allah. Pekerjaan-pekerjaan tersebut sesuai dengan keagungan Allah.
Karena Allah mengabarkan لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء “tidak ada yang serupa dengan Allah sesuatu apapun”. Sehingga setiap nama, sifat dan افعل pekerjaan-pekerjaan Allah, yang Allah kabarkan kepada kita, kita yakin bahwasanya tidak ada di antara apa yang kita sebutkan tadi yang serupa dengan makhluk.
Sehingga Ahlus Sunnah wal Jama'ah ketika mereka mempelajari nama dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini yang senatiasa mereka sebutkan. Bahwasanya penetapan nama dan juga sifat, serta penetapan fi'il bagi Allah tidak mengharuskan kita menyerupakan Allah dengan makhluk.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada kita nama dan di dalam nama tadi mengandung sifat, maka kita yakini bahwasanya sifat tersebut adalah dimiliki oleh Allah tetapi tidak sama dengan makhluk. Seperti nama-nama yang sudah berlalu penyembutannya.
Misalnya: Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki nama Al-'Alim Al-Qadir √ Al-'Alim (العليم) artinya Maha Mengetahui di dalamnya ada sifat Al-'Ilm ٱلْعِلْم . Ilmu yang Allah miliki adalah ilmu yang sangat sempurna. Mencapai puncak kesempurnaan.
Kita tetapkan bahwasanya ilmu tadi adalah sifat Allah, kemudian kita yakini bahwasanya ilmu tadi tidak sama dengan ilmu yang dimiliki oleh makhluk. Karena makhluk juga memiliki sifat ilmu.
Dalam Al-Quran, Nabi Ibrahim dikabarkan kepada beliau bahwasanya beliau akan mendapatkan anak yang memiliki sifat ilmu.
Berarti makhluk juga memiliki sifat ilmu. Ketika Allah mengabarkan bahwasanya Allah adalah Al-'Alim, لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء . Berarti sifat ilmu yang Allah miliki tidak sama hakikatnya dengan sifat ilmu yang dimiliki oleh makhluk. Ilmu Allah adalah ilmu yang sempurna. Bagaimana kesempurnaan ilmu Allah? Ilmu Allah tidak didahului oleh kebodohan dan tidak diiringi dengan kelupaan.
Berbeda dengan manusia, manusia dia juga berilmu.
Sama antara kita dengan ulama, dahulu kita dilahirkan dalam keadaan kita tidak tahu. Jadi ilmu kita diawali dengan ketidaktahuan.
Apakah terus demikian? Tidak. Pasti di sana ada akhirnya, kita akan mati atau sebelum mati seseorang sudah lupa atau dilupakan atau terkena musibah sehingga dia tidak mengingat sesuatu apapun, mungkin saja demikian.
Atau berkurang kekuatan hafalannya, itulah ilmu yang kita miliki sehingga sebagian orang menjadi pikun bahkan terkadang dia tidak mengetahui dan tidak ingat namanya dan tidak ingat nama-nama anak-anaknya yang selama ini dia bergaul dengan mereka, hidup serumah dengan mereka.
Ini keadaan manusia, kita memiliki ilmu, dan Allah juga mengabarkan bahwasanya Dia Al-'Alim. Tapi seperti yang tadi kita sebutkan bahwasanya ilmu Allah sesuai dengan keagungan-Nya, Ilmu yang sempurna dan tidak sama dengan ilmu yang dimiliki oleh makhluk.
√ Al-Qadir (القدير) Maha Berkuasa untuk melakukan segala sesuatu. Kita manusia juga memiliki qudrah dan kekuasaan, kita bisa duduk, kita bisa berjalan, kita bisa makan, kita bisa bermain, berarti kita punya qudrah. Tapi beda antara qudrah kita dengan qudratullah. Qudratullah ala kulli Syai' (Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu).
Adapun kita, banyak perkara-perkara yang kita tidak bisa melakukannya. Maka bagaimana kita samakan antara qudrah Allah dengan qudrah makhluk.
Kemudian Allah mengatakan:
Berarti di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala menetapkan bahwasanya di antara nama-Nya adalah ٱلسَّمِيع (Maha Mendengar), yaitu mendengar segala sesuatu. Tidak ada yang luput dari pendengaran Allah, sekecil apapun suara dan sebanyak apapun suara, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mendengar semuanya, dengan berbagai bahasa. Ini adalah سمع الله pendengaran Allah yang sangat-sangat sempurna.
Dan Dia adalah ٱلْبَصِير (Yang Maha Melihat), semuanya, yang ada di langit, yang ada di bumi, di kerajaan Allah semuanya, baik yang di dalam bumi maupun yang di atas bumi. Tidak ada yang luput dari penglihatan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berarti di sini ada penetapan nama ٱلسَّمِيع dan juga ٱلْبَصِي bagi Allah. Dan ٱلسَّمِيع mengandung sifat As-Sam'a (Mendengar) dan ٱلْبَصِير mengandung sifat Al-Bashar (Melihat). Tentunya semua itu dengan keagungan Allah Subhanahu wa Ta'ala, berbeda dengan pendengaran dan penglihatan manusia.
Di antara faedah yang bisa kita ambil apabila kita mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah ٱلسَّمِيع jangan kita berbicara dengan ucapan-ucapan yang tidak diridhai oleh Allah Azza Wa Jalla. Baik ketika kita di dalam rumah maupun di luar rumah, baik ketika kita bersama anak-anak kita, maupun bersama orang lain. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mendengar terhadap apa yang kita ucapkan. Demikian pula harus menjaga kejujuran, menjauhi kedustaan, hati-hati di dalam berbicara, demikian pula kalau kita mengetahui bahwasanya Allah adalah ٱلْبَصِير maka kita bergerak, beramal sesuai dengan apa yang Allah ridhai. Jangan sampai kita melakukan perkara yang tidak diridhai oleh Allah Azza wa Jalla.
Kemudian Allah mengatakan:
Seluruh kekayaan, seluruh perbendaharaan baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi itu adalah milik Allah. Oleh karena itu hendaklah Kalau demikian maka seseorang meminta kepada Allah.
Kita meminta kepada yang memiliki, maka orang yang kaya ketika dia mengetahui bahwasanya ini adalah milik Allah, dia tidak sombong dengan kekayaannya, karena ternyata kekayaan dia termasuk milik Allah Azza wa Jalla.
Dan orang yang miskin pun dia tidak putus asa, karena pasti dia akan mendapatkan rezekinya, dia menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan ternyata seluruh perbendaharaan seluruh kekayaan yang ada di langit dan di bumi adalah ini milik Allah Azza wa Jalla. Dan kita adalah hamba Allah, maka jangan kita berputus asa. Kita berharap dan kita bekerja melakukan sebab-sebab untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Kemudian Allah mengatakan:
Allah meluaskan rezeki bagi siapa yang dikehendaki, sebagian orang diluaskan rezekinya oleh Allah, sehingga dia memiliki Triliunan, Milyaran, Jutaan. Dimudahkan dia untuk mendapatkan rezeki.
Dia memang dikehendaki oleh Allah demikian. Dia mendapatkan kekayaan, mendapatkan luasnya rezeki, sedemikian banyaknya. Itu adalah dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah menghendaki maka dia menjadi orang kaya. Maka orang yang membaca ayat ini dan seorang yang beriman yang membaca ayat ini baik dia adalah seorang yang kaya maupun orang yang miskin dalam keadaan dia beriman, dalam keadaan dia مُطْمَئِن muthamain (tenang).
Allah yang telah menjadikan si fulan itu kaya, kalau Allah menghendaki dia miskin, dia akan jadi miskin. Allah sudah mentakdirkan dia menjadi orang kaya, makanya tidak ada hasad bagi seseorang. Untuk apa dia hasad bagi sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Allah. Apakah dia bisa menghalangi apa yang Allah takdirkan. Tidak! Demikian pula orang yang kaya, tidak sombong dengan kekayaannya, dia mendapatkan seperti itu karena dikehendaki oleh Allah. Harusnya dia bersyukur kepada Allah yang menghendaki demikian. Bersyukur dengan makna yang benar.
Dan sekali lagi. Allah Subhanahu wa Ta'ala meskipun Dia meluaskan, menyempitkan semua sesuai dengan kehendak-Nya. Allah melakukan itu semua dengan hikmah, dengan tujuan.
Di antara hikmahnya; seandainya seseorang diluaskan rezekinya seperti orang yang lain mungkin dia justru akan lupa kepada Allah. Karena luasnya rezeki kemudian orang mempunyai banyak keinginan, akhirnya dia menggunakan uangnya untuk beli itu, untuk beli ini, melancong ke tempat-tempat yang diharamkan oleh Allah, membeli sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Maka ini banyak orang kalau punya harta justru dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah mengatakan:
Makanya sebagian Allah jadikan tidak menjadi orang kaya-raya, karena hikmah yang Allah ketahui ini adalah maslahat bagi seseorang.
Demikian pula miskinnya seseorang ini adalah dengan hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya kita tidak lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah ingin melihat kesabaran kita, Allah ingin melihat kita banyak berdoa kepada-Nya, banyak bertawakal kepada-Nya. Yang justru ini lebih baik daripada seseorang diberikan kenikmatan justru semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kemudian Allah mengatakan:
Ini di antara faedah yang bisa kita ambil dan dengannya kita menutup pelajaran kita pada kesempatan kali ini.
Dari ayat ini pertama kita bisa mengambil faedah bahwasanya:
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullahu Ta'ala
Materi : HSI Akademi - Aqidah1

بسم اللّه الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ ٱللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ ٱللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ
Para Santri HSI Akademi dimanapun antum berada waffaqakumullah jami’an, Kita lanjutkan pembahasan Kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang ditulis oleh Fadhilatul Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu ta’ala.
Setelah kemarin kita mendengar bersama penjelasan secara singkat dari apa yang Allah sebutkan di dalam akhir surat Al-Hasyr, mulai dari firman Allah Azza wa Jalla:
هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِۚ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ
هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُࣖ
Di dalamnya mengandung nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang kalau kita hitung semuanya ada 15, termasuk di dalamnya adalah lafdzul Jalalah kemudian:
الرَّحْمَنُ الرَّحِيم الْمَلِك الْقُدُّوس السَّلَام الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّر الْخَالِق الْبَارِئُ الْمُصَوِّر
kemudian yang terakhir adalah الْحَكِيم Ini adalah nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Allah sebutkan di akhir surat Al-Hasyr dari ayat ke-22 sampai ayat ke-24.
Dengannya kita mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala atau mengenal sebagian nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan ini adalah bagian dari beriman kepada Allah Azza wa Jalla.
Kita lanjutkan dengan ucapan beliau selanjutnya:
وَنُؤْمِنُ بِأَنَّ لَهُ مُلْكَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ:
Dan kita (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) di antara aqidah (keyakinan) kita adalah beriman bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia-lah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Kerajaan langit, di sana ada langit yang tujuh dengan makhluk-makhluk Allah yang ada di sana (ada malaikat, planet, bintang dan seterusnya) di sana ada Arsy, di sana ada kursi Allah Subhanahu wa Ta'ala, di sana ada air, maka ini semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kerajaan yang begitu besar, begitu dahsyat, yang sangat luas (sangat besar) itu adalah ملك لله termasuk kerajaan Allah.
Ini menunjukkan tentang kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia-lah Allah yang Maha Kaya, Dia-lah Allah yang Maha Raja. الملك والأرض Demikian pula milik Allah Subhanahu wa Ta'ala kerajaan bumi, bumi yang begitu indah, yang luas terbentang dengan berbagai kekayaan alam yang ada di dalamnya atau di atasnya, manusia dan juga jin yang menempatinya maka itu adalah. له milik Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Al-Malik, Dia-lah yang merajai semuanya dan kita semuanya berada di bawah dan di dalam kerajaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu orang yang berada di dalam kekuasaan Allah, di bawah kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, seharusnya mereka meng-Esa-kan Allah. Seharusnya mereka mentauhidkan Allah, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
Kemudian beliau mendatangkan firman Allah Azza wa Jalla [QS Asy-Syura: 49-50] :
يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۗ يَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ الذُّكُوْرَۙ
اَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَّاِنَاثًاۚ وَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًاۗ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan yang artinya: Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah yang menciptakan apa yang Dia kehendaki. اَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَّاِنَاثًاۚ وَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًاۗ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ
Allah Subhanahu wa Ta'ala di antara namanya adalah Al-Khaliq (Yang Maha Menciptakan) dan sudah kita bahas pada ayat sebelumnya nama Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Al-Khaliq (menciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada) dan ini adalah qudrah (kemampuan) yang tidak memilikinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Makhluk sekuat apapun, secerdas apapun sampai profesor atau yang lebih tinggi dari profesor seandainya ada, tidak ada di antara mereka yang bisa menciptakan seperti apa yang Allah ciptakan. Bahkan seandainya mereka diperintahkan atau ditantang untuk menciptakan makhluk yang kecil seperti lalat misalnya, niscaya mereka tidak akan mampu untuk melakukannya. Atau menciptakan sesuatu yang lebih kecil dari lalat niscaya mereka tidak akan mampu untuk melakukannya.
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur'an mengatakan:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗۗ
"Wahai manusia telah dibuat permisalan untuk kalian maka hendaklah kalian mendengarnya.” [QS Al-Hajj: 73]
اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗۗ
"Sesungguhnya segala sesuatu yang kalian sembah selain Allah tidak akan menciptakan seekor lalat.” [QS Al-Hajj: 73] Sampai hari kiamat tidak ada di antara mereka yang bisa menciptakan meskipun hanya seekor lalat. Ini adalah tantangan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lalu bagaimana manusia masih menyembah kepada selain Allah? Padahal mereka tidak menciptakan meskipun hanya seekor lalat. Kita melihat ke depan kita, ke belakang, ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah, semuanya adalah Khalqullah - خَلْقُ ٱللَّه. Tunjukkan kepada kita ciptaan yang diciptakan oleh selain Allah Azza wa Jalla.
Kemudian Allah mengatakan:
وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗۗ
"Meskipun mereka berkumpul semuanya.” Seandainya orang-orang pintar tadi atau segala sesuatu yang disembah selain Allah semuanya berkumpul (bekerja sama) mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk menciptakan seekor lalat,
لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا
“Niscaya mereka tidak akan bisa menciptakan seekor lalat.” Kalau yang demikian saja mereka lemah tidak mampu melakukan, lalu bagaimana mereka disembah dan diminta selain Allah Azza wa Jalla?
يَخْلُقُ مَا يَشَآء
"Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki.” Allah Subhanahu wa Ta'ala mencipta apa yang Dia kehendaki, menciptakan manusia sesuai dengan kehendak-Nya, menciptakan hewan sesuai dengan kehendak-Nya, menciptakan matahari sesuai dengan kehendak-Nya, menciptakan langit, menciptakan bulan, menciptakan bintang, sesuai dengan kehendak-Nya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Al-Hakim (Maha Bijaksana), menciptakan sesuatu pasti ada hikmahnya. Bukan menciptakan sesuatu kemudian tidak ada hikmahnya atau tujuan.
يَخْلُقُ مَا يَشَآء
Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki dan apa yang Allah ciptakan pasti di sana ada hikmahnya, karena di antara nama Allah sebagaimana telah berlaku adalah Al-Hakim (Maha Bijaksana). - Kenapa Allah menciptakan 7 langit? Pasti ada hikmahnya.
- Allah menciptakan matahari demikian bentuknya, rupanya, jaraknya, sifatnya pasti ada hikmahnya.
- Menciptakan manusia dalam bentuk seperti ini, pasti ada hikmahnya.
يَخْلُقُ مَا يَشَآء
Allah menciptakan sesuai dengan kehendaknya. Kita sebagai makhluk harus meyakini yang demikian.
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَل
"Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia lakukan.” [QS Al-Anbiya: 23] Tetapi yang jelas kita meyakini bahwasanya apa yang Allah lakukan pasti di sana ada hikmah yang terkandung. Terkadang kita mengetahui hikmah tadi dan terkadang kita tidak mengetahui. Tapi sebagai seorang yang beriman maka kita punya keyakinan bahwasanya ini pasti ada hikmahnya.
Kemudian Allah mengatakan:
يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَـٰثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُور
"Allah memberikan (menghibahi) kepada siapa yang Allah kehendaki anak wanita, dan Allah memberikan kepada siapa yang dikehendaki anak laki-laki.” [QS Asy-Syura: 49] Di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwasanya Allah memberikan kepada siapa yang Allah kehendaki di antara hamba-hamba-Nya anak perempuan. Ada di antara makhluk Allah (manusia) diberikan dia anak wanita. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan sesuai dengan kehendak-Nya, Allah menciptakan sesuai dengan kehendak-Nya. Memberikan kepada sebagian, menciptakan untuknya seorang anak wanita. Ini kembali kepada masyi’atullah Azza wa Jalla. Dan kita yakin sekali lagi bahwasanya apa yang Allah berikan pasti di situ ada hikmahnya:
يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَـٰثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُور
"Dan Allah memberikan kepada siapa yang dikehendaki anak laki-laki.” Sebagian diberikan anak wanita dan sebagian diberikan anak laki-laki. Kembali kepada masyi’atullah, dan apa yang Allah lakukan pasti di sana ada hikmahnya, dan ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki masyi'ah. Di antara sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah memiliki Al- Masyi’ah (memiliki kehendak) sesuai dengan keagungan-Nya dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala (nafidzah) pasti terjadi.
Berbeda dengan kehendak manusia. Kadang kita menghendaki sesuatu tetapi tidak terjadi, kita memiliki banyak keinginan tapi banyak yang tidak terlaksana. Itu kita sebagai makhluk, tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala:
عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِير
Kalau Allah menghendaki sesuatu maka dengan mudah Allah melaksanakan apa yang Dia kehendaki.
فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيد
[QS Al-Buruj : 6]
يَفْعَلُ مَا يُرِيد
[QS Al-Hajj: 14] Allah Subhanahu wa Ta'ala melakukan apa yang Dia kehendaki. Adapun manusia maka kehendak mereka adalah di bawah kehendak Allah.
Kalau Allah menghendaki maka terlaksana kehendak tadi dan kalau Allah tidak menghendaki maka tidak akan terlaksana kehendak kita.
Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah di dalam diwan beliau:
مَا شِئْتَ كَانَ وَإِنْ لَمْ أَشَأْ وَمَا شِئْتُ إِنْ لَمْ تَشَأْ لَمْ يَكُن
"Ya Allah apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi, meskipun aku tidak menghendakinya.” Apa yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi meskipun kita sebagai makhluk tidak menghendakinya. Kita tidak ingin terjadi musibah atas diri kita, atas anak kita, tapi Allah menghendaki musibah tadi terjadi, meskipun kita tidak menghendakinya.
وَمَا شِئْتُ إِنْ لَمْ تَشَأْ لَمْ يَكُن
Dan apa yang aku kehendaki, seandainya Engkau ya Allah tidak menghendaki, maka tidak akan terjadi. Kita menghendaki untuk mendapatkan ini dan itu, bekerja di sebuah instansi yang diidamkan, ingin mendapatkan rezeki atau ingin mendapatkan jodoh si fulanah atau si fulan (misalnya), itu adalah kehendak kita, tapi kalau Allah tidak menghendaki لَمْ يَكُن tidak akan terjadi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِين
"Dan tidaklah kalian menghendaki kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabbul'alamin menghendakinya.” [QS At-Takwir : 29] Dan ini menunjukkan bahwasanya masyi'ah kita di bawah masyi'ah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Allah Subhanahu wa Ta'ala apabila menghendaki sesuatu, (maka akan) terjadi. Dan yang dimaksud dengan iradah di sini adalah iradah kauniyyah.
يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَـٰثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُور
Ada di antara manusia yang Allah berikan rezeki anak-anak wanita dan ada di antara manusia yang diberikan rezeki anak-anak laki-laki. Padahal mungkin dia inginnya anak laki-laki tapi Allah memberinya anak wanita sehingga semua anaknya adalah wanita, ini adalah hibah (pemberian) dari Allah. Allah memberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki dan sebagian yang lain diberikan ذكور semuanya, diberikan anak laki-laki semuanya padahal dia ingin memiliki anak wanita.
Maka ini kembali kepada masyi’atullah Azza wa Jalla, kita harus menerima apa yang Allah berikan. Yang penting masing-masing dari kita yang telah diberikan oleh Allah anak, baik laki-laki maupun wanita bisa melaksanakan amanahnya.
Kalau kita bisa mendidik anak-anak wanita kita sesuai dengan apa yang disyariatkan maka بِإِذْنِ ٱللَّهِ mereka akan menjadi manfaat bagi kita di hari kiamat.
Demikian pula apabila kita bisa mendidik anak laki-laki kita dengan baik, mengantarkan mereka sehingga mereka mengenal Allah, mengenal Rasul, mengenal agama Islam, maka yang demikian bisa menjadi sebab bertambahnya hasanah (kebaikan) yang bisa menjadi bekal kita bertemu dengan Allah Azza wa Jalla.
Seandainya seseorang mendapatkan anak yang dia inginkan tetapi dia tidak (يحسن تربية) tidak baik di dalam mentarbiyyah anak-anaknya, maka ini mudharat bagi dia sendiri, yang jelas ini adalah hibah yang Allah berikan kepada siapa yang Allah kehendaki.
Mungkin masing-masing dari kita memiliki keinginan tapi kita harus ingat bahwasanya keinginan kita adalah di bawah kehendak Allah. Jangan kita menggerutu atau (اعترض) tidak ridha dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apa yang Allah berikan kita terima dan kita melakukan sebagaimana yang disyariatkan yaitu mentarbiyyah mereka dengan baik, baik anak laki-laki maupun anak wanita.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَـٰثًا
"Atau Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan mereka campur (bermacam-macam) laki-laki dan juga wanita.” [QS Asy-Syura: 50] Ada di antara kita yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan dua-duanya (anak wanita maupun anak laki-laki). Ini adalah macam yang ketiga, yaitu Allah memberikan kepada seseorang anak laki-laki dan wanita.
- Allah memberikan anak wanita saja.
- Allah memberikan anak laki-laki saja.
- Allah memberikan anak wanita dan laki-laki.
- Ini semua kembali kepada masyi’atullah (Allah-lah yang menghendaki).
وَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًاۗ
"Dan Allah menjadikan siapa yang Allah kehendaki yaitu sebagian yang lain yang Allah kehendaki عَقِیمًاۚ (dalam keadaaan dia mandul) atau tidak memiliki anak.” [QS Asy-Syura: 50] Berarti semuanya ada empat jenis tidak keluar dari empat jenis ini.
Maka seorang wanita muslimah maupun muslim. Ingat! Apabila demikian yang menimpa dia, maka kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahwasanya yang telah menjadikan dia mandul adalah Allah.
Kenapa Allah menjadikan dia mandul? Karena di sana ada hikmahnya, hanya saja kita tidak tahu. Di antara hikmahnya (mungkin) kalau kita diberikan anak, kita lalai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena anak adalah fitnah sebagaimana disebutkan di dalam beberapa ayat.
إِنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَـٰدُكُمْ فِتْنَة
"Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah fitnah bagi kalian.”
[QS At-Taghabun:15] Mungkin ada di antara kita, jika diberikan fitnah anak ini kemudian dia lalai atau lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki kita untuk menyibukkan diri dengan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kita. Seperti (misalnya) menyibukkan diri dengan ilmu, ada sebagian ulama yang mereka tidak memiliki anak, justru mereka memanfaatkan hal tersebut untuk memperbanyak menuntut ilmu. Dia menyampaikan ilmu, bukan malah menghabiskan waktunya termenung, bersedih, karena tidak memiliki anak atau berhura-hura dan seterusnya. Tidak!
Justru dia manfaatkan waktunya untuk memberikan manfaat kepada umat, jangan sampai dia rugi dua kali, sudah tidak memiliki anak kemudian menyia-nyiakan waktunya. Justru kalau demikian dia manfaatkan.
Lihat Umul Mukminin (Aisyah radhiyallahu 'anhaa) beliau tidak memiliki anak dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dan ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kelebihan kepada beliau. Beliau termasuk tujuh orang sahabat yang paling banyak menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam. Ini namanya faqih (orang yang memahami).
Kalau memang demikian, hendaklah kita memanfaatkan dengan baik dengan memperbanyak ketaatan dan memperbanyak kesibukan-kesibukan yang bermanfaat terutama yang berkaitan dengan agama dan akhirat. Jangan kita dirundung oleh kesedihan, sudah kita tidak memiliki anak, kemudian kita rugi secara akhirat. Kita harus bersabar dan berhusnudzan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jangan kita berputus asa sebelum kita berusaha. Kita diperintahkan untuk berobat, mungkin di sana ada jalan keluar dan kita harus mencari jalan keluar yang syar'i, obat-obat yang syar'i, mendatangi dokter-dokter yang ahli dan banyak yang sudah mencoba dan Alhamdulillah mereka berhasil.
Khususnya zaman sekarang di sana ada cara-cara canggih yang modern dan itu semua tidak terlepas dari kehendak Allah. Semodern apapun, secanggih apapun kalau Allah tidak menghendaki terjadi maka tidak akan tercipta janin. Jadi mengambil sebab tadi dan bertawakal kepada Allah. Jangan bertawakal kepada dokter spesialis, mereka hanya berusaha untuk kita, dan kembali semuanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalau Allah menghendaki kita memiliki anak, maka kita akan diberikan anak dengan cara seperti itu, kalau tidak maka kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita hanya berusaha.
اِنَّهٗ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ
"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang Maha Mengetahui dan Dia-lah yang Maha Mampu atau berkuasa untuk melakukan segala sesuatu" [QS Asy-Syura: 50] عَلِیم Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui yaitu yang terbaik untuk kita, ini diberikan anak laki-laki, ini diberikan anak wanita, ini diberikan dua-duanya (anak wanita dan laki-laki) yang lain yang tidak diberikan anak tidak laki-laki dan juga tidak wanita. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi masing-masing dari diri kita, tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. قَدِیر Dan Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Diberikan ini laki-laki, diberikan ini perempuan, yang ini diberikan dua-duanya dan ini dijadikan mandul, Allah Maha Mampu untuk melakukan itu semua, tidak ada yang sulit bagi Allah Azza wa Jalla.
Beberapa faedah yang bisa kita ambil dari ayat mulia ini adalah:
- Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki sifat Al-Khalq (Yang Mencipta), kita harus beriman bahwasanya tidak ada yang mencipta selain Allah.
- Allah mencipta sesuai dengan apa yang Allah kehendaki, tidak ada yang bisa membantah apa yang Allah inginkan. Allah memutuskan dan tidak ada yang bisa membantah apa yang Allah putuskan.
- Allah memberikan rezeki anak kepada siapa yang dikehendaki. Ada yang diberikan anak wanita saja, ada yang diberikan anak laki-laki saja ada yang mendapatkan anak laki-laki maupun wanita. Kemudian ada di antara manusia yang Allah Subhanahu wa Ta'ala jadikan dia mandul.
Jadi di sana ada empat jenis manusia. Kembali kepada masyi’atullah. - Kita menetapkan masyi’ah bagi Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki kehendak dan tidak mungkin terjadi di dunia ini sesuatu di luar kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
إِنَّمَآ أَمْرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُون
"Sesungguhnya urusan Allah apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah sesuatu tadi." [QS Yasin: 82] Di dalam ayat ini kita bisa mengambil faedah menetapkan dua nama di antara nama-nama Allah yaitu Al-'Alim (العَلِیم) dan Al-Qadir (القَدِیر)
√ Al-'Alim (العليم) Maha Mengetahui
√ Al-Qadir (القدير) Maha Kuasa untuk melakukan segala sesuatu.
Dan masing-masing dari nama ini mengandung sifat, Al-'Alim (العليم) mengandung sifat Al-Ilm ( ٱلْعِلْمِ ) berarti di antara sifat Allah adalah ilmu. Adapun Al-Qadir (القدير) mengandung sifat Al-Qudrah (berkuasa) maka kita tetapkan kedua sifat tadi yang terkandung di dalam kedua nama ini sesuai dengan keagungan Allah Azza wa Jalla. Ilmu Allah tidak sama dengan ilmu makhluk dan Qudratullah (kekuasaan Allah) tidak sama dengan kekuasaan makhluk. Beliau mengatakan:
ونؤمن بأنه : لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
لَهٗ مَقَالِيْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُۚ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
[QS Asy-Syura: 11-12] لَهٗ مَقَالِيْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُۚ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Dan kita beriman, (kita maksudnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah) masih kita berbicara tentang aqidah dan keyakinan kita terhadap Allah.
ونؤمن بأنه : لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْء
Dan kita beriman sesungguhnya Dia (Allah) tidak ada yang serupa dengan Allah.
Ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah Al-Ahad, Al-Wahid, yang Maha Esa. Maha Esa, Ahad, tidak ada yang serupa dengan Allah di dalam dzat dan sifat-Nya, yaitu hakikat dari sifat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء tidak ada yang serupa dengan-Nya. Baik di dalam dzat, sifat maupun af'al (pekerjaan-pekerjaan Allah Subhanahu wa Ta'ala). Ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tidak ada yang serupa dengan Allah. Di antara nama Allah adalah Al-Ahad, Al-Wahid. Allah Subhanahu wa Ta'ala apabila mengabarkan kepada kita nama, sifat, tentang pekerjaan-pekerjaan-Nya. Ketahuilah bahwasanya nama, sifat, dan pekerjaan-pekerjaan Allah tidak serupa dengan apa yang ada pada makhluk.
Ini kaidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah berdasarkan firman Allah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْء
Tidak ada yang serupa dengan Allah. شىْء disini adalah النكرة في سياق النفي, dia adalah kalimat nakirah dan di sini adalah kalimat negatif sehingga menunjukkan keumuman. Umum yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak ada yang serupa dengan Dia sesuatu apapun. Baik di dalam dzatnya, sifatnya maupun pekerjaannya. Dzat Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak sama dengan dzat makhluk.
Dan sifat Allah juga demikian, tidak sama dengan sifat makhluk dan pekerjaan Allah (apa yang Allah lakukan) juga tidak sama dengan yang dilakukan oleh makhluk. Dari sini Ahlus Sunnah wal Jama'ah meyakini apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada kita tentang dzat-Nya, mengabarkan kepada kita tentang sifat-Nya, mengabarkan kepada kita tentang pekerjaan-pekerjaan-Nya, Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengatakan pasti sifat tersebut dan pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak sama dengan yang ada pada makhluk. Sifat tersebut sesuai dengan keagungan Allah. Pekerjaan-pekerjaan tersebut sesuai dengan keagungan Allah.
Karena Allah mengabarkan لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء “tidak ada yang serupa dengan Allah sesuatu apapun”. Sehingga setiap nama, sifat dan افعل pekerjaan-pekerjaan Allah, yang Allah kabarkan kepada kita, kita yakin bahwasanya tidak ada di antara apa yang kita sebutkan tadi yang serupa dengan makhluk.
Sehingga Ahlus Sunnah wal Jama'ah ketika mereka mempelajari nama dan juga sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini yang senatiasa mereka sebutkan. Bahwasanya penetapan nama dan juga sifat, serta penetapan fi'il bagi Allah tidak mengharuskan kita menyerupakan Allah dengan makhluk.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada kita nama dan di dalam nama tadi mengandung sifat, maka kita yakini bahwasanya sifat tersebut adalah dimiliki oleh Allah tetapi tidak sama dengan makhluk. Seperti nama-nama yang sudah berlalu penyembutannya.
Misalnya: Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki nama Al-'Alim Al-Qadir √ Al-'Alim (العليم) artinya Maha Mengetahui di dalamnya ada sifat Al-'Ilm ٱلْعِلْم . Ilmu yang Allah miliki adalah ilmu yang sangat sempurna. Mencapai puncak kesempurnaan.
Kita tetapkan bahwasanya ilmu tadi adalah sifat Allah, kemudian kita yakini bahwasanya ilmu tadi tidak sama dengan ilmu yang dimiliki oleh makhluk. Karena makhluk juga memiliki sifat ilmu.
Dalam Al-Quran, Nabi Ibrahim dikabarkan kepada beliau bahwasanya beliau akan mendapatkan anak yang memiliki sifat ilmu.
بِغُلَـٰمٍ عَلِيم
"Dengan anak yang memiliki sifat ilmu.” [QS Al-Hijr: 53]
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَـٰٓؤُا
"Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah adalah orang yang berilmu.” [QS Fathir: 28] Berarti makhluk juga memiliki sifat ilmu. Ketika Allah mengabarkan bahwasanya Allah adalah Al-'Alim, لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء . Berarti sifat ilmu yang Allah miliki tidak sama hakikatnya dengan sifat ilmu yang dimiliki oleh makhluk. Ilmu Allah adalah ilmu yang sempurna. Bagaimana kesempurnaan ilmu Allah? Ilmu Allah tidak didahului oleh kebodohan dan tidak diiringi dengan kelupaan.
Berbeda dengan manusia, manusia dia juga berilmu.
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَـٰٓؤُا
Para ulama bagaimanapun kehebatan dan ketinggian ilmu yang mereka miliki pasti dahulunya diawali dengan ketidaktahuan.
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا
"Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu-ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun." [QS An-Nahl: 78] Sama antara kita dengan ulama, dahulu kita dilahirkan dalam keadaan kita tidak tahu. Jadi ilmu kita diawali dengan ketidaktahuan.
Apakah terus demikian? Tidak. Pasti di sana ada akhirnya, kita akan mati atau sebelum mati seseorang sudah lupa atau dilupakan atau terkena musibah sehingga dia tidak mengingat sesuatu apapun, mungkin saja demikian.
Atau berkurang kekuatan hafalannya, itulah ilmu yang kita miliki sehingga sebagian orang menjadi pikun bahkan terkadang dia tidak mengetahui dan tidak ingat namanya dan tidak ingat nama-nama anak-anaknya yang selama ini dia bergaul dengan mereka, hidup serumah dengan mereka.
Ini keadaan manusia, kita memiliki ilmu, dan Allah juga mengabarkan bahwasanya Dia Al-'Alim. Tapi seperti yang tadi kita sebutkan bahwasanya ilmu Allah sesuai dengan keagungan-Nya, Ilmu yang sempurna dan tidak sama dengan ilmu yang dimiliki oleh makhluk.
√ Al-Qadir (القدير) Maha Berkuasa untuk melakukan segala sesuatu. Kita manusia juga memiliki qudrah dan kekuasaan, kita bisa duduk, kita bisa berjalan, kita bisa makan, kita bisa bermain, berarti kita punya qudrah. Tapi beda antara qudrah kita dengan qudratullah. Qudratullah ala kulli Syai' (Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu).
Adapun kita, banyak perkara-perkara yang kita tidak bisa melakukannya. Maka bagaimana kita samakan antara qudrah Allah dengan qudrah makhluk.
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شىْء
Sehingga tidak ada yang sama dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian Allah mengatakan:
وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِير
"Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS Asy-Syura: 11] Berarti di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala menetapkan bahwasanya di antara nama-Nya adalah ٱلسَّمِيع (Maha Mendengar), yaitu mendengar segala sesuatu. Tidak ada yang luput dari pendengaran Allah, sekecil apapun suara dan sebanyak apapun suara, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mendengar semuanya, dengan berbagai bahasa. Ini adalah سمع الله pendengaran Allah yang sangat-sangat sempurna.
Dan Dia adalah ٱلْبَصِير (Yang Maha Melihat), semuanya, yang ada di langit, yang ada di bumi, di kerajaan Allah semuanya, baik yang di dalam bumi maupun yang di atas bumi. Tidak ada yang luput dari penglihatan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Berarti di sini ada penetapan nama ٱلسَّمِيع dan juga ٱلْبَصِي bagi Allah. Dan ٱلسَّمِيع mengandung sifat As-Sam'a (Mendengar) dan ٱلْبَصِير mengandung sifat Al-Bashar (Melihat). Tentunya semua itu dengan keagungan Allah Subhanahu wa Ta'ala, berbeda dengan pendengaran dan penglihatan manusia.
Di antara faedah yang bisa kita ambil apabila kita mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Dia-lah ٱلسَّمِيع jangan kita berbicara dengan ucapan-ucapan yang tidak diridhai oleh Allah Azza Wa Jalla. Baik ketika kita di dalam rumah maupun di luar rumah, baik ketika kita bersama anak-anak kita, maupun bersama orang lain. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mendengar terhadap apa yang kita ucapkan. Demikian pula harus menjaga kejujuran, menjauhi kedustaan, hati-hati di dalam berbicara, demikian pula kalau kita mengetahui bahwasanya Allah adalah ٱلْبَصِير maka kita bergerak, beramal sesuai dengan apa yang Allah ridhai. Jangan sampai kita melakukan perkara yang tidak diridhai oleh Allah Azza wa Jalla.
Kemudian Allah mengatakan:
لَهٗ مَقَالِيْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ
"Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah yang memiliki perbendaharaan langit dan bumi.” [QS Asy-Syura: 12] Seluruh kekayaan, seluruh perbendaharaan baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi itu adalah milik Allah. Oleh karena itu hendaklah Kalau demikian maka seseorang meminta kepada Allah.
وَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖۗ
"Hendaklah kalian meminta kepada Allah dari karunia-Nya.” [QS An-Nisa: 32] Kita meminta kepada yang memiliki, maka orang yang kaya ketika dia mengetahui bahwasanya ini adalah milik Allah, dia tidak sombong dengan kekayaannya, karena ternyata kekayaan dia termasuk milik Allah Azza wa Jalla.
Dan orang yang miskin pun dia tidak putus asa, karena pasti dia akan mendapatkan rezekinya, dia menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan ternyata seluruh perbendaharaan seluruh kekayaan yang ada di langit dan di bumi adalah ini milik Allah Azza wa Jalla. Dan kita adalah hamba Allah, maka jangan kita berputus asa. Kita berharap dan kita bekerja melakukan sebab-sebab untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Kemudian Allah mengatakan:
يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُۚ
[QS Asy-Syura: 12] Allah meluaskan rezeki bagi siapa yang dikehendaki, sebagian orang diluaskan rezekinya oleh Allah, sehingga dia memiliki Triliunan, Milyaran, Jutaan. Dimudahkan dia untuk mendapatkan rezeki.
لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُۚ
"Bagi orang yang Allah kehendaki.” Dia memang dikehendaki oleh Allah demikian. Dia mendapatkan kekayaan, mendapatkan luasnya rezeki, sedemikian banyaknya. Itu adalah dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah menghendaki maka dia menjadi orang kaya. Maka orang yang membaca ayat ini dan seorang yang beriman yang membaca ayat ini baik dia adalah seorang yang kaya maupun orang yang miskin dalam keadaan dia beriman, dalam keadaan dia مُطْمَئِن muthamain (tenang).
Allah yang telah menjadikan si fulan itu kaya, kalau Allah menghendaki dia miskin, dia akan jadi miskin. Allah sudah mentakdirkan dia menjadi orang kaya, makanya tidak ada hasad bagi seseorang. Untuk apa dia hasad bagi sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Allah. Apakah dia bisa menghalangi apa yang Allah takdirkan. Tidak! Demikian pula orang yang kaya, tidak sombong dengan kekayaannya, dia mendapatkan seperti itu karena dikehendaki oleh Allah. Harusnya dia bersyukur kepada Allah yang menghendaki demikian. Bersyukur dengan makna yang benar.
وَيَقْدِرُۚ
Demikian pula Allah mengurangi, menyempitkan rezeki bagi sebagian.
Sebagian mau mencari uang 100 ribu saja susah. Dengan susah payah dia dapatkan. Siapa yang menjadikan demikian? Allah. Dan sekali lagi. Allah Subhanahu wa Ta'ala meskipun Dia meluaskan, menyempitkan semua sesuai dengan kehendak-Nya. Allah melakukan itu semua dengan hikmah, dengan tujuan.
Di antara hikmahnya; seandainya seseorang diluaskan rezekinya seperti orang yang lain mungkin dia justru akan lupa kepada Allah. Karena luasnya rezeki kemudian orang mempunyai banyak keinginan, akhirnya dia menggunakan uangnya untuk beli itu, untuk beli ini, melancong ke tempat-tempat yang diharamkan oleh Allah, membeli sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Maka ini banyak orang kalau punya harta justru dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah mengatakan:
وَلَوْ بَسَطَ اللّٰهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهٖ لَبَغَوْا فِى الْاَرْضِ
"Dan jikalau Allah meluaskan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berlebihan di atas bumi.” [QS Asy-Syura:27] Makanya sebagian Allah jadikan tidak menjadi orang kaya-raya, karena hikmah yang Allah ketahui ini adalah maslahat bagi seseorang.
Demikian pula miskinnya seseorang ini adalah dengan hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya kita tidak lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah ingin melihat kesabaran kita, Allah ingin melihat kita banyak berdoa kepada-Nya, banyak bertawakal kepada-Nya. Yang justru ini lebih baik daripada seseorang diberikan kenikmatan justru semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kemudian Allah mengatakan:
اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
"Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS Asy-Syura: 12]
Yaitu siapa yang berhak untuk diluaskan rezekinya, siapa yang berhak untuk disedikitkan rezekinya, maka ini Allah Maha Mengetahui. Ini di antara faedah yang bisa kita ambil dan dengannya kita menutup pelajaran kita pada kesempatan kali ini.
Dari ayat ini pertama kita bisa mengambil faedah bahwasanya:
- Tidak ada yang serupa dengan Allah, baik di dalam Dzatnya, Sifatnya maupun di dalam Pekerjaan Allah.
- Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki nama ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِير ini adalah dua nama Allah yang mengandung sifat mendengar dan juga melihat. Dan ini harus kita tetapkan bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
- Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan rezeki kepada siapa yang Allah kehendaki dengan hikmah dan Allah menyempitkan bagi yang lain rezeki dengan hikmah juga.
- Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui segala sesuatu. Mungkin itu yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini dan In sya Allah kita lanjutkan pembahasan kitab ini pada kesempatan yang akan datang.
و الله تعالى أعلم و بالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته